Atthaka
BAB DELAPAN
Kelompok Delapan
152.
Kondisi-kondisi bagi Kebijaksanaan
O
para bhikkhu, ada delapan penyebab dan kondisi untuk memperoleh kebijaksanaan
yang amat mendasar bagi kehidupan suci yang belum diperoleh, serta untuk
menyebabkan meningkatnya, matangnya, dan terpenuhinya perkembangan
kebijaksanaan yang telah diperoleh.1 Apakah yang delapan itu?
Di
sini, seorang bhikkhu hidup bergantung pada Guru atau pada bhikkhu lain yang
berfungsi sebagai guru. Dan guru ini telah menumbuhkan di dalam dirinya
pengertian yang tajam tentang malu secara moral dan takut secara moral, serta
memperlakukannya dengan penuh kasih dan hormat. Inilah penyebab dan kondisi pertama
untuk memperoleh kebijaksanaan yang amat mendasar bagi kehidupan suci ….
Sementara
dia hidup bergantung pada guru-guru itu, secara berkala dia mendatangi mereka
dan bertanya: “Bagaimana mengenai hal ini, Yang Mulia? Apakah artinya ini?”
Maka para guru yang mulia itu kemudian menjelaskan apa yang belum jelas,
menerangkan apa yang masih samar, dan menghapus kebingungannya tentang hal-hal
yang membingungkan. Inilah penyebab dan kondisi kedua untuk memperoleh
kebijaksanaan yang amat mendasar bagi kehidupan suci ….
Setelah
mempelajari Dhamma, dia hidup dengan menarik diri dalam dua hal: menarik diri
secara lahiriah dan menarik diri secara batiniah. Inilah penyebab dan kondisi ketiga
untuk memperoleh kebijaksanaan yang amat mendasar bagi kehidupan suci ….
Dia
luhur, terkendali sesuai dengan peraturan Patimokkha, sempurna di dalam
tindakan dan pikiran, melihat bahaya pada kesalahan terkecil sekalipun. Setelah
mengambil peraturan-peraturan latihan, dia melatih diri di dalamnya. Inilah
penyebab dan kondisi keempat untuk memperoleh kebijaksanaan yang amat
mendasar bagi kehidupan suci ….
Dia
telah banyak belajar, mengingat apa yang telah dia pelajari, dan mengukuhkan
apa yang telah dipelajarinya itu. Ajaran-ajaran itu baik pada awalnya, baik
pada pertengahannya, dan baik pada akhirnya, dengan arti dan penuturan yang
tepat, dan meneguhkan kehidupan suci yang sepenuhnya utuh dan murni –
Ajaran-ajaran seperti inilah yang telah banyak dipelajari, dihafal, diulang secara
lisan, diteliti dengan pikiran, dan diserap dengan baik lewat pandangannya.
Inilah penyebab dan kondisi kelima untuk memperoleh kebijaksanaan yang
amat mendasar bagi kehidupan suci ….
Dia
penuh semangat; dia hidup dengan semangat yang diarahkan untuk meninggalkan
setiap hal yang tidak bajik dan memperoleh apa pun yang bajik; dia mantap dan
kuat di dalam usahanya, tidak kendor dalam menjalankan tugasnya yang
berhubungan dengan sifat-sifat bajik. Inilah penyebab dan kondisi keenam
untuk memperoleh kebijaksanaan yang amat mendasar bagi kehidupan suci ….
Ketika
berada di tengah Sangha, dia tidak terlibat dalam pembicaraan kosong yang tak
berujung pangkal. Dia sendiri bisa berbicara tentang Dhamma, atau meminta orang
lain untuk melakukannya, atau tetap diam tidak berbicara. Inilah penyebab dan
kondisi ketujuh untuk memperoleh kebijaksanaan yang amat mendasar bagi
kehidupan suci ….
Dia
hidup mengamati muncul dan lenyapnya lima khanda yang menjadi subjek
kemelekatan: “Beginilah badan jasmani, beginilah munculnya, dan beginilah
lenyapnya; beginilah perasaan … beginilah persepsi … beginilah
bentukan-bentukan pemikiran … beginilah kesadaran, beginilah munculnya, dan
beginilah lenyapnya.” Inilah penyebab dan kondisi kedelapan untuk
memperoleh kebijaksanaan yang amat mendasar bagi kehidupan suci ….
Karena
delapan alasan inilah maka sesama bhikkhu menghargainya sebagai orang yang
benar-benar mengetahui dan benar-benar melihat, dan sifat-sifat ini mengarah
pada cinta kasih, penghargaan, keserasian, dan persatuan.
Inilah,
para bhikkhu, delapan penyebab dan kondisi untuk memperoleh kebijaksanaan yang
amat mendasar bagi kehidupan suci yang belum diperoleh, serta untuk menyebabkan
meningkatnya, matangnya, dan terpenuhinya perkembangan kebijaksanaan yang telah
diperoleh.
(VIII, 2;
ringkasan)
153.
Perubahan-perubahan Kehidupan
“Delapan
kondisi dunia ini, para bhikkhu, membuat dunia terus berputar, dan dunia
memutar delapan kondisi dunia ini. Apakah yang delapan itu? Perolehan
(untung) dan kehilangan (rugi), ketenaran dan nama buruk, pujian
dan celaan, kesenangan dan penderitaan.
“Delapan
kondisi dunia ini, para bhikkhu, dialami oleh manusia yang tidak belajar, dan
dialami juga oleh siswa mulia yang belajar. Sekarang, apakah kelainan,
perbedaan, ketidaksamaan antara siswa mulia yang belajar dan manusia yang tidak
belajar?”
“Yang
Mulia, pengetahuan kami tentang hal ini berakar pada Yang Terberkahi,
pengetahuan kami berdasar pada Yang Terberkahi sebagai pembimbing dan
sumbernya. Akan sangat baik, Yang Mulia, jika arti pernyataan ini dijelaskan
oleh Yang Terberkahi. Setelah mendengar dari Beliau, para bhikkhu akan
menyimpannya di dalam pikiran.”
“Jika
demikian, dengarkanlah, para bhikkhu, dan perhatikan dengan saksama. Aku akan
berbicara”.
“Ya,
Yang Mulia,” jawab para bhikkhu. Kemudian Yang Terberkahi berkata demikian:
“Ketika
manusia yang tidak belajar, O para bhikkhu, memperoleh sesuatu, dia tidak
berpikir seperti ini: “Perolehan yang telah datang padaku ini tidak kekal,
menyatu dengan penderitaan, pasti akan berubah.” Dia tidak mengetahui hal
itu seperti apa adanya. Dan ketika dia kehilangan sesuatu, memperoleh ketenaran
dan nama buruk, pujian dan celaan, dia tidak berpikir seperti ini: “Semuanya
ini tidak kekal, menyatu dengan penderitaan, pasti akan berubah.” Dia tidak
mengetahui hal-hal itu seperti apa adanya. Pada orang seperti itu, perolehan
dan kehilangan … kesenangan dan penderitaan membuat pikirannya goncang. Ketika
perolehan datang dia amat sangat gembira, sedangkan ketika mengalami kehilangan
dia amat sangat sedih. Ketika ketenaran datang dia amat sangat gembira,
sedangkan ketika mendapat nama buruk dia amat sangat sedih. Ketika pujian
datang dia amat sangat gembira, sedangkan ketika mendapat celaan dia amat
sangat sedih. Ketika mengalami kesenangan dia amat sangat gembira, sedangkan
ketika mengalami penderitaan dia amat sangat sedih. Karena sangat terlibat di
dalam suka dan tak suka, dia tidak akan terbebas dari kelahiran, usia tua dan
kematian, dari kesedihan, ratap tangis, kesengsaraan, duka dan keputusasaan;
dia tidak akan terbebas dari penderitaan, demikian kunyatakan.
“Tetapi,
O para bhikkhu, ketika seorang siswa mulia yang belajar memperoleh sesuatu, dia
akan berpikir seperti ini: “Perolehan yang telah datang padaku ini tidak
kekal, menyatu dengan penderitaan, pasti akan berubah.” Dan dia juga akan
berpikir seperti itu ketika kehilangan dan hal-hal lain menimpanya. Dia
memahami semua hal ini seperti apa adanya dan hal-hal ini tidak menguasai
pikirannya. Dengan demikian dia tidak akan amat sangat gembira karena perolehan
atau amat sangat sedih karena kehilangan, amat sangat gembira karena ketenaran
atau amat sangat sedih karena nama buruk; amat sangat gembira karena pujian
atau amat sangat sedih karena celaan; amat sangat gembira karena kesenangan
atau amat sangat sedih karena penderitaan. Karena telah melepaskan suka dan
tak-suka, dia akan terbebas dari kelahiran, usia tua dan kematian, dari
kesedihan, ratap tangis, kesengsaraan, duka dan keputusasaan; dia akan terbebas
dari penderitaan, demikian kunyatakan.
“Inilah,
para bhikkhu, kelainan, perbedaan, ketidaksamaan antara siswa mulia yang
belajar dan manusia yang tidak belajar.”
Kehilangan
(rugi) dan perolehan (untung), nama buruk dan ketenaran
Pujian dan celaan, kesenangan dan penderitaan -
Hal-hal ini berlalu di dalam kehidupan manusia,
Tidak tetap dan pasti berubah.
Orang bijaksana yang waspada memahaminya dengan baik,
Mengamati perubahannya.
Hal-hal yang menyenangkan tidak menggoyahkan pikirannya
Dan yang tidak menyenangkan tidak menjengkelkannya.
Semua suka dan tak-suka disingkirkan olehnya,
Dihilangkan dan dilenyapkan.
Menyadari sekarang tentang keadaan tanpa-cela dan tanpa duka,2
Dia sepenuhnya mengetahui, setelah melewatinya ke seberang.
Pujian dan celaan, kesenangan dan penderitaan -
Hal-hal ini berlalu di dalam kehidupan manusia,
Tidak tetap dan pasti berubah.
Orang bijaksana yang waspada memahaminya dengan baik,
Mengamati perubahannya.
Hal-hal yang menyenangkan tidak menggoyahkan pikirannya
Dan yang tidak menyenangkan tidak menjengkelkannya.
Semua suka dan tak-suka disingkirkan olehnya,
Dihilangkan dan dilenyapkan.
Menyadari sekarang tentang keadaan tanpa-cela dan tanpa duka,2
Dia sepenuhnya mengetahui, setelah melewatinya ke seberang.
(VIII, 6)
154. Nanda
Ketika
berbicara tentang Nanda, O para bhikkhu, dengan benar seseorang boleh
mengatakan bahwa dia berasal dari keluarga yang baik, bahwa dia kuat dan
tampan, dan sangat bergelora.3
Dengan
cara bagaimana Nanda dapat menjalani kehidupan suci yang murni dan sempurna
jika tidak dengan menjaga pintu-pintu indera, dengan makan secukupnya saja,
dengan mengembangkan kesadaran penuh dan dengan membangun kewaspadaan dan
pemahaman yang jernih?
Beginilah,
para bhikkhu, cara Nanda menjaga pintu-pintu inderanya. Jika Nanda harus
memandang ke arah timur, dia baru melakukannya setelah mempertimbangkan segala
sesuatu dengan baik di dalam pikirannya: “Ketika aku sedang memandang ke arah
timur, aku tidak akan membiarkan keserakahan dan kesedihan, atau
keadaan-keadaan lain yang jahat dan tidak bajik memasuki pikiranku.”
Demikianlah dia memiliki pemahaman yang jernih.
Jika
dia harus memandang ke arah barat, selatan, atau utara, dia baru melakukannya
setelah mempertimbangkan segala sesuatu dengan baik di dalam pikirannya:
“Ketika aku sedang memandang ke arah barat, selatan atau utara, aku tidak akan
membiarkan keserakahan dan kesedihan, atau keadaan-keadaan lain yang jahat dan
tidak bajik memasuki pikiranku.” Demikianlah dia memiliki pemahaman yang
jernih.
Beginilah,
para bhikkhu, cara Nanda makan secukupnya saja. Di sini, para bhikkhu,
Nanda mengambil makanannya dengan bijaksana, dengan merenungkan bahwa makanan
itu bukan untuk kenikmatan, bukan untuk kepuasan, bukan untuk keindahan dan
daya tarik tubuh, melainkan hanya untuk menjaga agar tubuh dalam kondisi yang
baik dan sehat, agar tubuh terhindar dari kerusakan dan untuk mendukung
kehidupan suci, dengan berpikir, “Maka aku harus mengakhiri perasaan-perasaan
lama (rasa lapar) dan tidak membangkitkan perasaan-perasaan baru, sehingga aku
akan sehat dan tanpa cela dan hidup nyaman”. Demikianlah, para bhikkhu, cara
Nanda makan secukupnya saja.
Beginilah,
para bhikkhu, cara Nanda mengembangkan kesadaran penuh. Di sini, para
bhikkhu, Nanda memurnikan pikirannya dari pemikiran yang menghalangi di siang
hari pada saat berjalan hilir mudik atau duduk; dan demikian juga selama waktu
jaga bagian pertama di malam hari, (sama juga) pada saat berjalan atau duduk;
selama waktu jaga bagian kedua dia berbaring pada sisi kanan tubuhnya, seperti
seekor singa, dengan satu kaki di atas kaki lainnya, menyimpan di dalam
pikirannya pemikiran untuk bangun; terbangun pada waktu jaga bagian terakhir,
sekali lagi dia memurnikan pikiran dari pemikiran yang menghalangi pada waktu
berjalan hilir mudik dan duduk. Demikianlah cara Nanda mengembangkan kesadaran
penuh.
Beginilah,
para bhikkhu, kewaspadaan dan pemahaman Nanda yang jernih. Di
sini, para bhikkhu, perasaan-perasaan Nanda dipahami pada saat muncul, pada
saat berlangsung, pada saat berlalu; persepsi dipahami pada saat muncul, pada
saat berlangsung, pada saat berlalu; pemikiran dipahami pada saat muncul, pada saat
berlangsung, pada saat berlalu. Beginilah, para bhikkhu, kewaspadaan dan
pemahaman Nanda yang jernih.
Dengan
cara bagaimana, O para bhikkhu, Nanda menjalani kehidupan suci yang murni dan
sempurna jika tidak dengan menjaga pintu-pintu indera, dengan makan secukupnya
saja, dengan mengembangkan kesadaran penuh dan dengan membangun kewaspadaan dan
pemahamannya yang jernih?
(VIII, 9)
155. Sang
Jenderal Siha
Suatu
hari, Jenderal Siha menghampiri Yang Terberkahi dan berkata demikian:
“Saya
telah mendengar, Yang Mulia, dikatakan bahwa petapa Gotama adalah guru yang
mengajarkan tidak-bertindak, bahwa Beliau mengajarkan doktrinnya untuk
memantapkan kehidupan yang tidak-bertindak, dan dengan cara itulah Beliau
melatih siswa-siswanya. Apakah orang-orang yang berkata demikian itu, Yang
Mulia, benar-benar menyampaikan kata-kata Yang Terberkahi tanpa salah
mewakilinya? Apakah pernyataan mereka sesuai dengan doktrin Yang Terberkahi,
sehingga pernyataan mereka tidak menyebabkan timbulnya kesalahan? Tentu saja
kami tidak ingin salah menafsirkan Yang Terberkahi.”
“Memang
benar, Siha, ada kemungkinan orang dapat secara benar mengatakan tentang aku
bahwa aku adalah guru yang mengajarkan tidak-bertindak; dan ada juga
kemungkinan orang dapat mengatakan bahwa aku adalah guru yang mengajarkan
tindakan.
“Memang
benar aku mengajarkan orang untuk tidak-bertindak sehubungan dengan perbuatan
jahat melalui tindakan, kata-kata dan pikiran; aku mengajarkan untuk
tidak-bertindak sehubungan dengan berbagai kualitas yang jahat dan tidak bajik.
Tetapi aku juga mengajarkan orang untuk aktif sehubungan dengan perbuatan baik
melalui tindakan, kata-kata dan pikiran; aku mengajarkan tindakan sehubungan
dengan berbagai kualitas yang bajik.
“Ada
juga kemungkinan orang dapat secara benar mengatakan bahwa aku adalah seorang
nihilis. Aku mengajarkan penihilan terhadap keserakahan, kebencian dan
kebodohan; aku mengajarkan penihilan terhadap berbagai kualitas yang jahat dan
tidak bajik.”
(VIII, 12;
ringkasan)
156.
Taktik-taktik Cinta
Lewat
delapan cara, O para bhikkhu, seorang wanita mengikat seorang pria. Apakah yang
delapan itu? Lewat bentuk tubuhnya seorang wanita mengikat
seorang pria. Lewat senyumannya atau ucapannya atau nyanyiannya
atau tangisannya atau gerak geriknya atau lewat hadiah
atau sentuhannya seorang wanita mengikat seorang pria. Lewat delapan
cara inilah, para bhikkhu, seorang wanita mengikat seorang pria. Mereka yang
tertangkap oleh hal-hal ini sepenuhnya terikat, terikat di dalam perangkap.
Lewat
delapan cara, O para bhikkhu, seorang pria mengikat seorang wanita. Apakah yang
delapan itu? Lewat bentuk tubuhnya seorang pria mengikat seorang wanita.
Lewat senyumannya atau ucapannya atau nyanyiannya atau tangisannya
atau gerak geriknya atau lewat hadiah atau sentuhannya
seorang pria mengikat seorang wanita. Lewat delapan cara itulah, para bhikkhu,
seorang pria mengikat seorang wanita. Mereka yang tertangkap oleh hal-hal ini
sepenuhnya terikat, terikat di dalam perangkap.
(VIII, 17
& 18; gabungan)
157.
Perumpamaan Samudera
Pada
suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Verañja, di bawah pohon nimba
Naleru.4 Di sana Paharada, pemimpin makhluk Asura, menghampiri Yang
Terberkahi. Setelah memberi hormat, dia berdiri di satu sisi. Yang Terberkahi
kemudian berkata pada Paharada demikian:
“Aku
kira, Paharada, para Asura menikmati kesenangan yang besar di samudera.”
“Memang
demikian, Yang Mulia.”
“Sekarang,
Paharada, ada berapa kualitas yang menakjubkan dan luar biasa yang dipahami
oleh para Asura secara terus-menerus di samudera, yang menjadi alasan sehingga
mereka menikmati kesenangan di sana?”
“Yang
Mulia, ada delapan kualitas yang menakjubkan dan luar biasa yang dipahami oleh
para Asura secara terus-menerus di samudera sehingga mereka menikmati
kesenangan di sana. Inilah yang delapan itu:
(1)
“Samudera yang luas itu, Yang Mulia, naik dengan perlahan, turun dengan
perlahan, melandai dengan perlahan, tidak tajam seperti tebing jurang. Inilah
kualitas pertama yang menakjubkan dan luar biasa, yang dipahami oleh
para Asura secara terus-menerus di samudera sehingga mereka menikmati
kesenangan di sana.
(2)
“Samudera luas itu stabil dan tidak meluap keluar dari batas-batasnya. Inilah
kualitas kedua yang menakjubkan dan luar biasa ….
(3)
“Samudera luas itu tidak menerima tubuh yang mati, mayat; jika ada sosok mayat
di dalamnya, dengan cepat samudera luas itu akan membawanya ke pantai dan
melemparkannya ke daratan. Inilah kualitas ketiga yang menakjubkan dan
luar biasa
(4)
“Ketika sungai-sungai besar – Gangga, Yamuna, Aciravati, Sarabhu dan Mahi –
mencapai samudera luas, mereka kehilangan nama dan asal aslinya, dan kemudian
dikenal sebagai samudera luas saja. Inilah kualitas keempat yang
menakjubkan dan luar biasa ….
(5)
“Meskipun semua sungai di dunia mengalir ke samudera luas dan hujan tercurah
dari langit ke dalamnya, samudera luas tidak terlihat berkurang atau bertambah.
Inilah kualitas kelima yang menakjubkan dan luar biasa ….
(6)
“Samudera luas hanya memiliki satu rasa, rasa garam. Inilah kualitas keenam
yang menakjubkan dan luar biasa ….
(7)
“Di samudera luas ada banyak dan beraneka benda berharga: mutiara, permata,
batu biru, kerang, kuarsa, koral, perak, emas, rubi dan batu mata-kucing.
Inilah kualitas ketujuh yang menakjubkan dan luar biasa ….
(8)
“Samudera luas adalah tempat kediaman banyak makhluk besar: timi, timingala,
timirapingala, asura, naga dan gandhabba.5 Di samudera luas ini ada
banyak makhluk yang panjangnya 100 yojana atau 200, 300, 400, dan 500 yojana.
Inilah kualitas kedelapan yang dipahami oleh para Asura secara
terus-menerus di samudera sehingga mereka menikmati kesenangan di sana.
“Inilah,
Yang Mulia, delapan kualitas yang dipahami oleh para Asura secara terus-menerus
di samudera sehingga mereka menikmati kesenangan di sana. Saya kira, Yang
Mulia, para bhikkhu menikmati kesenangan pada Dhamma dan Vinaya.”
“Memang
demikianlah adanya, Paharada.”
“Tetapi,
Yang Mulia, ada berapa kualitas yang menakjubkan dan luar biasa yang dipahami
oleh para bhikkhu secara terus-menerus di dalam Dhamma dan Vinaya ini sehingga
mereka menikmati kesenangan di sana?” ‘
“Paharada,
ada delapan kualitas yang menakjubkan dan luar biasa yang dipahami oleh para
bhikkhu secara terus-menerus di dalam Dhamma dan Vinaya ini sehingga mereka
menikmati kesenangan di sana. Inilah yang delapan itu:
(1)
“Seperti halnya samudera luas yang naik dengan perlahan, turun dengan perlahan,
melandai dengan perlahan, tidak tajam seperti tebing jurang; demikian pula,
Paharada, di dalam Dhamma dan Vinaya ini: ada latihan yang bertahap, praktek
yang bertahap, kemajuan yang bertahap; tidak ada penembusan secara tiba-tiba6
terhadap pengetahuan akhir. Inilah kualitas pertama yang menakjubkan dan
luar biasa yang dipahami oleh para bhikkhu secara terus-menerus di dalam Dhamma
dan Vinaya ini sehingga mereka menikmati kesenangan di sana.
(2)
“Seperti halnya samudera luas yang stabil dan tidak meluap keluar dari
batas-batasnya; demikian pula ketika aku telah menetapkan peraturan latihan
pada para siswaku, mereka tidak akan melanggarnya bahkan demi kehidupan ini.7
Inilah kualitas kedua yang menakjubkan dan luar biasa di dalam Dhamma
dan Vinaya ini ….
(3)
“Seperti halnya samudera luas yang tidak menerima tubuh yang mati, mayat,
melainkan dengan cepat akan membawanya ke pantai dan melemparkannya ke daratan;
demikian pula Sangha tidak akan menerima di dalam jajarannya seseorang yang
tidak bermoral, berwatak jelek, berperilaku tidak murni dan mencurigakan, licik
dalam tindakannya, bukan petapa sejati melainkan petapa yang berpura-pura
sebagai petapa, tidak selibat tetapi berpura-pura selibat, busuk pada dasarnya,
penuh nafsu dan bertingkah laku rendah. Pada kasus-kasus demikian, Sangha
segera mengadakan pertemuan dan mengeluarkan orang semacam itu. Bahkan pada
saat duduk di antara para bhikhhu, dia sebenarnya jauh dari Sangha dan Sangha
jauh darinya. Inilah kualitas ketiga yang menakjubkan dan luar biasa di
dalam Dhamma dan Vinaya ini ….
(4)
“Seperti halnya sungai-sungai besar yang mengalir ke dalam samudera luas
kehilangan nama dan asal aslinya dan kemudian dikenal sebagai samudera luas
saja; demikian pula ketika para anggota empat kasta – bangsawan, brahmana,
rakyat biasa dan kaum papa – meninggalkan kehidupan berumah dan masuk ke dalam
kehidupan tak-berumah di dalam Dhamma dan Vinaya yang dinyatakan oleh Sang
Tathagata ini, mereka kehilangan nama dan keturunan lama mereka dan kemudian
dikenal hanya sebagai petapa yang mengikuti putra suku Sakya. Inilah kualitas keempat
yang menakjubkan dan luar biasa di dalam Dhamma dan Vinaya ini ….
(5)
“Seperti halnya samudera luas tidak terlihat berkurang atau bertambah meskipun
semua sungai di dunia mengalir ke dalamnya dan hujan tercurah dari langit ke
dalamnya; demikian pula sekalipun banyak bhikkhu mencapai tujuan akhir Nibbana,
dalam elemen Nibbana yang tidak lagi tersisa, tidak ada pengurangan atau penambahan
di dalam elemen Nibbana yang tidak lagi tersisa.8 Inilah kualitas kelima
yang menakjubkan dan luar biasa di dalam Dhamma dan Vinaya ini ….
(6)
“Seperti halnya samudera yang hanya memiliki satu rasa, rasa garam; demikian
pula Dhamma dan Vinaya ini hanya memiliki satu rasa, rasa kebebasan. Inilah
kualitas keenam yang menakjubkan dan luar biasa di dalam Dhamma dan
Vinaya ini …..
(7)
“Seperti halnya di samudera luas ada banyak dan beraneka benda berharga seperti
misalnya: mutiara, permata, dan lain-lain; demikian pula di dalam Dhamma dan
Vinaya ini ada banyak sekali benda berharga. Inilah benda-benda berharga di
dalamnya: empat landasan kewaspadaan, empat usaha benar, empat landasan
keberhasilan, lima kemampuan spiritual, lima kekuatan spiritual, tujuh faktor
pencerahan, Jalan Mulia Berunsur Delapan.9 Inilah kualitas ketujuh
yang menakjubkan dan luar biasa di dalam Dhamma dan Vinaya ini ….
(8)
“Seperti halnya samudera luas yang menjadi tempat kediaman banyak makhluk
besar; demikian pula Dhamma dan Vinaya ini menjadi tempat kediaman
makhluk-makhluk besar: para Pemasuk-Arus dan orang yang berlatih untuk mencapai
buah Pemasuk-Arus; Yang-Kembali-Sekali-Lagi dan orang yang berlatih untuk
mencapai buah Yang-Kembali-Sekali-Lagi; Yang-Tidak-Kembali-Lagi dan orang yang
berlatih untuk mencapai buah Yang-Tidak-Kembali-Lagi; Arahat dan orang yang
berlatih untuk mencapai tingkat Arahat. Inilah kualitas kedelapan yang
menakjubkan dan luar biasa yang dipahami oleh para bhikkhu secara terus-menerus
di dalam Dhamma dan Vinaya ini sehingga mereka menikmati kesenangan di sana.
“Inilah,
Paharada, delapan kualitas yang menakjubkan dan luar biasa yang dipahami oleh
para bhikkhu secara terus-menerus di dalam Dhamma dan Vinaya ini sehingga
mereka menikmati kesenangan di sana.”
(VIII, 19)
158. Ugga,
Si Perumah-tangga
Pada
suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Vesali di Hutan Besar di Aula
Beratap Runcing. Di sana Yang Terberkahi berkata kepada pada bhikkhu demikian:
“Para
bhikkhu, kalian harus mengetahui bahwa Ugga si perumah-tangga memiliki delapan
kualitas yang menakjubkan dan luar biasa.”10
Setelah
berkata demikian, Yang Terberkahi bangkit dari tempat duduknya dan masuk ke
kediamannya.
Salah
seorang bhikkhu, setelah berpakaian di pagi hari dan mengambil jubah dan
mangkuk, kemudian pergi ke rumah Ugga si perumah-tangga. Setelah tiba di sana,
dia duduk di tempat yang telah disiapkan. Ugga si perumah-tangga datang, dan
setelah memberi hormat kepada bhikkhu itu, dia duduk di satu sisi.
Setelah
Ugga duduk, bhikkhu itu berkata kepadanya: “Yang Terberkahi telah menyatakan
bahwa di dalam dirimu terdapat delapan kualitas yang menakjubkan dan luar
biasa, perumah-tangga. Apakah delapan kualitas itu?”
“Bhante,
saya tidak mengetahui apa delapan kualitas yang menakjubkan dan luar biasa yang
dikatakan oleh Yang Terberkahi terdapat di dalam diri saya. Tetapi mengenai
delapan kualitas yang menakjubkan dan luar biasa yang dapat ditemukan di dalam
diri saya, dengarkan dan perhatikan dengan saksama, akan saya jelaskan.”
“Ya,
perumah-tangga,” jawab sang bhikkhu. Ugga si perumah-tangga kemudian berkata:
(1)
“Bhante, ketika pertama kali saya melihat Yang Terberkahi di kejauhan, pada
saat itu juga hati saya telah mempercayai Beliau. Inilah kualitas menakjubkan
dan luar biasa pertama yang dapat ditemukan di dalam diri saya.
(2)
“Dengan sepenuh hati kemudian saya menunggu Yang Terberkahi. Kemudian Yang
Terberkahi memberikan Ajaran bertahap, yaitu Ajaran tentang berdana, tentang
moralitas, tentang surga-surga, tentang bahaya, penipuan dan ketidakmurnian
kenikmatan indera, serta tentang manfaat meninggalkan keduniawian. Ketika Yang
Terberkahi melihat bahwa pikiran saya telah siap, bisa menerima, bebas dari
penghalang-penghalang, terang dan jelas, Beliau kemudian mengungkapkan kepada
saya Ajaran Dhamma yang khusus bagi para Buddha, yaitu, mengenai penderitaan,
asal mulanya, berhentinya, dan Sang Jalan. Seperti halnya selembar kain bersih
tanpa noda akan menyerap pewarna dengan sempurna, demikian pula pada waktu saya
sedang duduk di tempat itu, timbul di dalam diri saya pandangan yang
tak-ternoda, tak-tercela tentang Dhamma: “Apa pun yang memiliki asal pasti akan
lenyap.” Dan setelah melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami Dhamma, menembus
Dhamma, setelah mengatasi keraguan, membuang ketidakpastian dan memperoleh
keyakinan pada Ajaran Sang Guru11 tanpa bergantung pada yang lain –
pada saat itu juga saya pergi berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, dan
saya menjalani (lima) peraturan latihan dengan kehidupan selibat sebagai yang
kelima.12 Inilah kualitas kedua yang menakjubkan dan luar
biasa yang dapat ditemukan di dalam diri saya.
(3)
“Bhante, pada waktu itu saya memiliki empat istri yang masih muda. Maka saya
pergi dan berkata kepada mereka, ‘Saudara-saudara perempuanku, aku telah
menjalani peraturan pelatihan dengan kehidupan selibat sebagai yang kelima.
Jika kalian ingin, kalian boleh terus menikmati kekayaan (tempat ini) dan
melakukan perbuatan-perbuatan baik; atau jika kalian ingin, kalian boleh pulang
ke keluarga dan sanakmu; atau jika kalian ingin menikah dengan pria lain,
katakan padaku kepada siapa engkau harus kuserahkan.’ Setelah saya berbicara,
istri tertua berkata: ‘Tuan, berikan aku kepada pria dengan nama ini.’
Kemudian, bhante, saya menyuruh pria itu datang. Dengan tangan kiri memegang tangan
istri saya dan tangan kanan memegang pot air,13 saya menyerahkannya
kepada laki-laki itu. Pada saat menyerahkan istri saya yang masih muda itu,
saya tidak melihat adanya perubahan di dalam ketenangan hati saya. Inilah
kualitas ketiga yang menakjubkan dan luar biasa yang dapat ditemukan di
dalam diri saya.
(4)
“Bhante, keluarga saya memiliki harta kekayaan, dan ini saya bagi-bagikan
secara merata pada orang orang yang luhur dan berwatak baik. Inilah kualitas
keempat yang menakjubkan dan luar biasa yang dapat ditemukan di dalam diri
saya.
(5)
“Bhante, ketika saya melayani seorang bhikkhu, saya melakukannya dengan penuh
hormat, bukan dengan tidak hormat. Inilah kualitas kelima yang
menakjubkan dan luar biasa yang dapat ditemukan di dalam diri saya.
(6)
“Bhante, jika bhikkhu yang mulia itu menjelaskan Dhamma kepada saya, saya
mendengarkannya dengan penuh hormat, bukan dengan tidak hormat. Tetapi jika
beliau tidak menjelaskannya, saya akan menjelaskan Dhamma kepadanya. Inilah
kualitas keenam yang menakjubkan dan luar biasa yang dapat ditemukan di
dalam diri saya.
(7)
“Bukannya tidak biasa, bhante, bahwa para dewa datang kepada saya dan
mengatakan, ‘Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Yang Terberkahi, perumah
tangga!’ Ketika mereka berkata demikian, saya menjawab: ‘Tidak peduli apakah
kalian para dewa mengatakan demikian atau tidak, Dhamma memang benar-benar
telah dibabarkan dengan baik oleh Yang Terberkahi.’ Tetapi, bhante, saya sadar
tidak ada kesombongan di pikiran saya karena dewa-dewa telah mengunjungi saya
atau karena saya berbicara dengan mereka. Inilah kualitas ketujuh yang
menakjubkan dan luar biasa yang dapat ditemukan di dalam diri saya.
(8)
“Bhante, ada lima kekotoran batin kasar yang dinyatakan oleh Yang Terberkahi,
dan saya sadar bahwa tidak satu pun di antaranya yang belum saya tinggalkan.14
Inilah kualitas kedelapan yang menakjubkan dan luar biasa yang dapat
ditemukan di dalam diri saya.
“Delapan
kualitas yang menakjubkan dan luar biasa ini dapat ditemukan di dalam diri
saya, bhante. Tetapi saya tidak mengetahui apakah delapan kualitas yang
menakjubkan dan luar biasa, yang dikatakan oleh Yang Terberkahi terdapat di
dalam diri saya.”
Setelah
menerima dana makanan di rumah Ugga, bhikkhu itu kemudian bangkit dari tempat
duduknya dan pergi. Sekembalinya dari mengumpulkan dana makanan dan selesai
makan dia pergi menemui Yang Terberkahi dan melaporkan tentang percakapannya
dengan Ugga si perumah-tangga di Vesali. (Yang Terberkahi kemudian berkata:)
“Sadhu,
bhikkhu, sadhu! Sebagaimana telah dijelaskan dengan baik oleh Ugga si
perumah-tangga di Vesali, demikian pula kunyatakan dia mempunyai delapan
kualitas yang menakjubkan dan luar biasa yang sama. Dan engkau boleh mengingat
dia, bhikkhu, sebagai orang yang memiliki delapan kualitas ini.”
(VIII, 21)
159.
Pengikut Awam
Pada
suatu ketika Yang Terberkahi berdiam di Kapilavatthu, di Vihara Pohon Beringin.
Di sana Mahanama dari suku Sakya mendekati Yang Terberkahi. Setelah memberi
hormat kepada Beliau, dia duduk di satu sisi. Kemudian, dia bertanya kepada
Yang Terberkahi:
“Bagaimana,
Yang Mulia, orang menjadi pengikut awam?”
“Mahanama,
jika seseorang telah pergi berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, dia
adalah pengikut awam.”
“Tetapi,
Yang Mulia, bagaimana pengikut awam menunjukkan moralitas?”
“Mahanama,
jika pengikut awam tidak menghancurkan kehidupan, tidak mengambil apa yang
tidak diberikan, tidak melakukan perbuatan asusila, tidak berbicara tidak
benar, tidak minum anggur, minuman keras dan semua yang bersifat meracuni yang
menjadi landasan kelalaian, pengikut awam itu menunjukkan moralitas.”
“Dan
bagaimana, Yang Mulia, pengikut awam hidup untuk kesejahteraannya sendiri
namun bukan untuk kesejahteraan orang lain?”
“Mahanama,
jika pengikut awam itu memiliki keyakinan, moralitas dan kedermawanan, tetapi
tidak mendorong orang lain untuk memiliki keyakinan, moralitas dan
kedermawanan; jika dia sendiri suka mengunjungi para bhikkhu dan mendengarkan
Dhamma dengan baik, tetapi tidak mendorong orang lain untuk melakukan hal itu;
jika dia sendiri mengingat baik-baik Ajaran-ajaran yang telah didengarnya dan
dengan saksama menelaah arti ajaran itu, tetapi dia tidak mendorong orang lain
untuk melakukan hal itu; jika setelah memahami apa yang tersurat dan tersirat,
dia sendiri hidup sesuai Dhamma, tetapi dia tidak mendorong orang lain untuk
melakukan hal itu maka, Mahanama, pengikut awam itu hidup untuk
kesejahteraannya sendiri namun bukan untuk kesejahteraan orang lain.”
“Dan
bagaimana, Yang Mulia, pengikut awam hidup untuk kesejahteraan dirinya
sendiri dan kesejahteraan orang lain?”
“Mahanama,
jika pengikut awam itu sendiri memiliki keyakinan, moralitas dan kedermawanan;
dan dia juga mendorong orang lain untuk memilikinya; jika dia sendiri suka
mengunjungi para bhikkhu dan mendengarkan Dhamma dengan baik, dan dia juga
mendorong orang lain untuk melakukan hal itu; jika dia sendiri mengingat
baik-baik Ajaran-ajaran yang telah didengarnya dan dengan saksama menelaah arti
Ajaran itu, dan dia juga mendorong orang lain untuk melakukan hal itu; jika
setelah memahami apa yang tersurat dan tersirat, dia sendiri berlatih sesuai
Dhamma dan dia juga mendorong orang lain untuk melakukan hal itu maka,
Mahanama, pengikut awam itu hidup untuk kesejahteraan dirinya sendiri dan
kesejahteraan orang lain.”
(VIII, 25)
160.
Delapan Pemikiran Orang Besar
Pada
suatu ketika Yang Terberkahi berdiam di antara penduduk Bhagga di dekat
Sumsumaragiri, di Taman Rusa di Hutan Bhesakala. Pada waktu itu YM. Anuruddha
berdiam di antara orang-orang Ceti di Hutan Bambu Timur.15 Ketika
hidup di sana menyendiri dan terpisah, pemikiran ini muncul di dalam diri Y.M.
Anuruddha:
“Dhamma
ini adalah untuk orang yang sedikit keinginannya, bukan untuk yang
banyak keinginannya. Dhamma ini adalah untuk orang yang merasa puas,
bukan untuk yang merasa tidak puas. Dhamma ini adalah untuk orang yang hidup
menyendiri, bukan untuk yang senang bersama teman. Dhamma ini adalah untuk
orang yang bersemangat, bukan untuk yang malas. Dhamma ini adalah untuk
orang yang tajam kewaspadaannya, bukan untuk yang kendor kewaspadaannya.
Dhamma ini adalah untuk orang yang pikirannya terkonsentrasi, bukan
untuk yang pikirannya tidak terkonsentrasi. Dhamma ini adalah untuk orang yang bijaksana,
bukan untuk yang tanpa kebijaksanaan.”
Yang
Terberkahi menyadari pemikiran Y.M. Anuruddha. Secepat orang yang kuat dapat
meluruskan tangannya yang terlipat atau melipat tangannya yang lurus, Beliau
menghilang dari Taman Rusa di Hutan Bhesakala dan muncul di depan Y.M.
Anuruddha di Hutan Bambu Timur.
Ketika
Yang Terberkahi telah duduk di tempat yang disediakan, Y.M. Anuruddha memberi
hormat dan duduk di satu sisi. Kemudian Yang Terberkahi berkata demikian:
“Bagus,
Anuruddha, bagus! Engkau telah memikirkan dengan baik tujuh pemikiran
orang besar, yaitu: ‘Dhamma ini adalah untuk orang yang sedikit keinginannya …
Dhamma ini adalah untuk orang yang bijaksana, bukan untuk yang tanpa
kebijaksanaan.’ Tetapi, Anuruddha, engkau bisa lebih jauh lagi memikirkan
pemikiran manusia besar yang kedelapan, yaitu: ‘Dhamma ini adalah untuk
orang yang berbahagia di dalam Yang Bukan Duniawi, yang bersukacita di dalam
Yang Bukan Duniawi, bukan untuk orang yang berbahagia dan bersukacita di dalam
Yang Duniawi.’16
“Ketika
merenungkan delapan pemikiran orang besar itu, Anuruddha, pada saat terpisah
dari kenikmatan-kenikmatan indera, terpisah dari keadaan-keadaan tidak bajik,
kapan pun mau, engkau bisa masuk dan berdiam di dalam jhana pertama,
yang diiringi dengan pemikiran dan pemeriksaan, dengan sukacita dan kebahagiaan
yang terlahir dari kesendirian.
“Dengan
memudarnya pemikiran dan pemeriksaan, kapan pun mau, engkau bisa masuk dan
berdiam di dalam jhana kedua, yang memiliki keyakinan dari dalam dan
kesatuan pikiran, tanpa pemikiran dan pemeriksaan dan memiliki sukacita dan
kebahagiaan yang terlahir dari konsentrasi.
“Dengan
memudarnya sukacita, kapan pun mau, engkau bisa berdiam di dalam
ketenangseimbangan dan – dengan kewaspadaan dan pemahaman yang jelas, mengalami
kebahagiaan dengan tubuh – engkau bisa masuk dan berdiam di dalam jhana ketiga,
yang oleh para bijaksana dikatakan: ‘Dia tenang seimbang, waspada, orang yang
hidup dengan bahagia.’
“Dengan
meninggalkan kesenangan dan penderitaan, dan dengan hilangnya kegembiraan dan
kesedihan sebelumnya, kapan pun mau, engkau bisa masuk dan berdiam di dalam jhana
keempat, yang bukan menyakitkan pun bukan menyenangkan, dan mencakup
pemurnian kewaspadaan dengan ketenangseimbangan.
“Ketika
engkau memikirkan delapan pemikiran orang besar dan mencapai – kapan pun mau,
tanpa kesulitan dan masalah – keempat jhana itu yang berhubungan dengan pikiran
yang lebih tinggi, kediaman yang menyenangkan di kehidupan ini juga – maka
Anuruddha, jubahmu yang compang-camping akan olehmu seperti apabila
seorang perumah-tangga atau putranya melihat sealmari pakaian warna warni; dan
bagimu hidup dengan puas dan bahagia, jubahmu yang compang-camping sudah cukup
untuk membuat engkau gembira, untuk membuat kehidupanmu bebas dari
kekhawatiran, untuk kesejahteraanmu dan sebagai alat bantu untuk memasuki
Nibbana.
“Kemudian,
Anuruddha, dana makananmu yang sedikit itu akan tampak olehmu seperti
apabila seorang perumah-tangga atau putranya melihat sepiring nasi, yang bersih
dari butir-butir hitam dan dihidangkan dengan beraneka kuah dan kari; dan
bagimu yang hidup dengan puas dan bahagia, dana makananmu yang sedikit itu
sudah cukup untuk membuat engkau gembira, untuk membuat kehidupanmu bebas dari
kekhawatiran, untuk kesejahteraanmu dan sebagai alat bantu untuk memasuki
Nibbana.
“Kemudian,
Anuruddha, tempat tinggalmu di bawah pohon akan tampak olehmu seperti
apabila seorang perumah-tangga atau putranya melihat sebuah rumah besar beratap
yang diplester luar dan dalam, dengan udara yang hangat, dengan gerendel
terpasang dan daun jendela tertutup; dan bagimu yang hidup dengan puas dan bahagia,
tempat tinggalmu di bawah pohon sudah cukup untuk membuat engkau gembira, untuk
membuat kehidupanmu bebas dari kekhawatiran, untuk kesejahteraanmu dan sebagai
alat bantu untuk memasuki Nibbana.
“Kemudian,
Anuruddha, tempat tidur dan tempat dudukmu yang terbuat dari jerami akan
tampak olehmu seperti apabila seorang perumah-tangga atau putranya melihat sofa
yang dibungkus permadani bulu domba hitam yang panjang atau seprai dari wol
putih, kain penutup yang dihiasi bunga-bunga, diselubungi kulit rusa yang
mewah, beratapkan kain di atas kepala dan berbantal merah di tiap ujungnya; dan
bagimu yang hidup dengan puas dan bahagia, hamparan jeramimu sudah cukup untuk
membuat engkau gembira, untuk membuat kehidupanmu bebas dari kekhawatiran,
untuk kesejahteraanmu dan sebagai alat bantu untuk memasuki Nibbana.
“Kemudian,
Anuruddha, obatmu dari kencing sapi yang diperam17
akan tampak olehmu seperti apabila seorang perumah-tangga atau putranya melihat
berbagai macam obat-obatan dari mentega, ghee, minyak, madu dan gula tebu; dan
bagimu yang hidup dengan puas dan bahagia, obatmu dari kencing sapi sudah cukup
untuk membuat engkau gembira, untuk membuat kehidupanmu bebas dari
kekhawatiran, untuk kesejahteraanmu dan sebagai alat bantu untuk memasuki
Nibbana.
“Oleh
karena itu, Anuruddha, engkau bisa juga menghabiskan musim hujan yang akan
datang di sini di Hutan Bambu Timur di antara orang-orang Ceti ini.”
“Ya,
Bhante,” jawab Y.M. Anuruddha.
Maka
Yang Terberkahi, setelah memperingatkan Y.M. Anuruddha dengan nasihat yang
keras ini, secepat orang kuat dapat meluruskan tangannya yang terlipat atau
melipat tangannya yang lurus, kemudian menghilang dari Hutan Bambu Timur itu
dan muncul kembali di Sumsumaragiri, di Taman Rusa di Hutan Bhesakala.
Di
sana Yang Terberkahi duduk di tempat yang telah disediakan untuk Beliau dan
berkata kepada para bhikkhu demikian:
“Aku
akan menyatakan kepadamu, O para bhikkhu, delapan pemikiran orang besar.
Dengarkan dan perhatikan dengan saksama, aku akan berbicara. Apakah delapan
pemikiran orang besar ini?
“Dhamma
ini adalah untuk orang yang sedikit keinginannya, bukan untuk yang banyak
keinginannya. Dhamma ini adalah untuk orang yang merasa puas, bukan untuk yang
merasa tidak puas. Dhamma ini adalah untuk orang yang hidup menyendiri, bukan
untuk yang senang bersama teman. Dhamma ini adalah untuk orang yang
bersemangat, bukan untuk yang malas. Dhamma ini adalah untuk orang yang tajam
kewaspadaannya, bukan untuk yang kendor kewaspadaannya. Dhamma ini adalah untuk
orang yang pikirannya terkonsentrasi, bukan untuk yang pikirannya tidak
terkonsentrasi. Dhamma ini adalah untuk orang yang bijaksana, bukan untuk yang
tanpa kebijaksanaan. Dhamma ini adalah untuk orang yang berbahagia di dalam
Yang Bukan Duniawi, yang bersukacita di dalam Yang Bukan Duniawi, bukan untuk
orang yang berbahagia dan bersukacita di dalam Yang Duniawi.
“Tetapi
mengapa, para bhikkhu, dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk orang yang
sedikit keinginannya, bukan untuk yang banyak keinginannya?’ Di sini, para
bhikkhu, meskipun seorang bhikkhu memiliki hanya sedikit keinginan, dia tidak
ingin diketahui sebagai orang yang sedikit keinginannya. Meskipun merasa puas,
dia tidak ingin diketahui sebagai orang yang merasa puas. Meskipun hidup
menyendiri, dia tidak ingin diketahui sebagai orang yang hidup menyendiri.
Meskipun bersemangat, dia tidak ingin diketahui sebagai orang yang bersemangat.
Meskipun waspada, dia tidak ingin diketahui sebagai orang yang waspada.
Meskipun pikirannya terkonsentrasi, dia tidak ingin diketahui sebagai orang
yang pikirannya terkonsentrasi. Meskipun bijaksana, dia tidak ingin diketahui
sebagai orang yang bijaksana. Meskipun berbahagia dan bersukacita di dalam Yang
Bukan Duniawi, dia tidak ingin diketahui sebagai orang yang berbahagia dan
bersukacita di dalam Yang Bukan Duniawi. Ketika dikatakan, ‘Dhamma ini adalah
untuk orang yang sedikit keinginannya, bukan untuk yang banyak keinginannya,’
karena alasan inilah maka hal tersebut dikatakan.
“Dan
mengapa dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk orang yang merasa puas, bukan untuk
yang merasa tidak puas’? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu merasa puas
dengan segala jenis jubah, dana makanan, tempat tinggal dan kebutuhan
obat-obatan. Karena alasan inilah maka hal tersebut dikatakan.
“Dan
mengapa dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk orang yang hidup menyendiri,
bukan untuk yang senang bersama teman‘? Di sini, para bhikkhu, sementara
seorang bhikkhu hidup menyendiri, banyak tamu yang datang: bhikkhu dan
bhikkhuni, pengikut awam pria dan wanita, raja-raja dan para menterinya, para
pemimpin sekte dan pengikutnya. Kemudian bhikkhu ini – dengan pikiran yang
tertuju pada hidup menyendiri, bersandar pada hidup menyendiri, cenderung hidup
menyendiri, menjalani hidup menyendiri dan berbahagia meninggalkan kehidupan
duniawi – berbicara kepada mereka hanya untuk membuat mereka pergi. Karena
alasan inilah maka hal tersebut dikatakan.
“Dan
mengapa dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk yang bersemangat, bukan untuk
yang malas’? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu hidup dengan semangat
yang ditujukan untuk meninggalkan segala yang tidak bajik dan mencapai segala
yang bajik; usahanya mantap dan kuat, dia tidak melalaikan tugasnya sehubungan
dengan kualitas-kualitas yang bajik. Karena alasan inilah maka hal tersebut
dikatakan.
“Dan
mengapa dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk orang yang tajam kewaspadaannya,
bukan untuk yang kendor kewaspadaannya‘? Di sini, para bhikkhu, seorang
bhikkhu waspada, memiliki kewaspadaan yang amat tajam dan bertindak dengan
hati-hati; dia mengingat dengan baik dan menyimpan di dalam pikirannya apa yang
telah lama dikatakan dan dilakukan. Karena alasan inilah maka hal tersebut
dikatakan.
“Dan
mengapa dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk orang yang pikirannya
terkonsentrasi, bukan untuk orang yang pikirannya tidak terkonsentrasi’? Di
sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana pertama …
jhana kedua … jhana ketiga … jhana keempat. Karena alasan inilah maka hal
tersebut dikatakan.
“Dan
mengapa dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk orang yang bijaksana, bukan
untuk yang tanpa kebijaksanaan‘? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu
bijaksana dengan cara ini: dia memiliki kebijaksanaan untuk melihat muncul dan
lenyapnya fenomena yang mulia dan menembus, yang menuntun pada hancurnya
penderitaan secara total. Karena alasan inilah maka hal tersebut dikatakan.
“Dan
mengapa dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk orang yang bahagia dan
bersukacita di dalam Yang Bukan Duniawi, bukan untuk orang yang bahagia dan
bersukacita di dalam Yang Duniawi‘? Di sini, para bhikkhu, pikiran seorang
bhikkhu mendesaknya ke arah berhentinya penyebaran dunia, dia puas dengan
berhentinya hal itu, mantap di dalamnya dan terbebas. 18 Karena
alasan inilah maka hal tersebut dikatakan.
Dan
di musim hujan mendatang itu juga, Y.M. Anuruddha tinggal di antara orang-orang
Ceti di Hutan Bambu Timur. Dan Y.M. Anuruddha – yang hidup menyendiri dan
terpisah, rajin, tekun dan penuh tekad – dengan pengetahuan langsungnya sendiri
segera merealisasikan di sini dan kini tujuan kehidupan suci yang tak ada bandingnya,
yang untuk itu putra-putra keluarga baik-baik pergi meninggalkan kehidupan
berumah menuju kehidupan tak-berumah. Dan setelah memasukinya, dia berdiam di
sana. Dan dia mengetahui: “Telah hancur kelahiran, kehidupan suci telah
dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi apa pun
untuk dunia ini.” Dan Y.M. Anuruddha telah menjadi Arahat.
Pada
saat mencapai tingkat Arahat Y.M. Anuruddha mengucapkan syair ini:
“Sang
Guru, tanpa teman di dunia ini,
Mengetahui pemikiranku dan datang kepadaku;
Dengan tubuh yang dibuat oleh pikiran,
Beliau datang kepadaku lewat kekuatan supranatural.
Beliau mengajarku lebih daripada apa yang kutahu,
Lebih daripada apa yang terkandung di dalam pikiranku:
Sang Buddha, yang berbahagia dengan Yang Bukan Duniawi,
Mengajarku tentang keadaan Yang Bukan Duniawi.
Dan setelah mempelajari Dhamma Beliau demikian,
Aku hidup bahagia di dalam Ajaran-Nya.
Aku telah memperoleh pengetahuan berunsur tiga;19
Aku telah melakukan perintah Sang Guru.”
Mengetahui pemikiranku dan datang kepadaku;
Dengan tubuh yang dibuat oleh pikiran,
Beliau datang kepadaku lewat kekuatan supranatural.
Beliau mengajarku lebih daripada apa yang kutahu,
Lebih daripada apa yang terkandung di dalam pikiranku:
Sang Buddha, yang berbahagia dengan Yang Bukan Duniawi,
Mengajarku tentang keadaan Yang Bukan Duniawi.
Dan setelah mempelajari Dhamma Beliau demikian,
Aku hidup bahagia di dalam Ajaran-Nya.
Aku telah memperoleh pengetahuan berunsur tiga;19
Aku telah melakukan perintah Sang Guru.”
(VIII, 30)
161.
Cara-cara Berdana
O
para bhikkhu, ada delapan cara berdana. Apakah yang delapan itu? Seseorang
berdana dengan spontan; atau seseorang berdana karena takut; atau
karena berpikir, “Dia juga telah memberiku sebuah hadiah“; atau
karena berpikir, “Dia akan memberiku sebuah hadiah juga“; atau karena
berpikir bahwa berdana itu baik; atau karena berpikir, “Aku memasak,
tetapi mereka (sebagai petapa) tidak; karena aku memasak, tidak pantas
bila aku tidak memberikan makanan kepada mereka yang tidak memasak“; atau
karena berpikir, “Dengan memberikan persembahan, namaku akan harum“;
atau seseorang berdana karena hal itu memuliakan pikiran dan memperindah
pikiran.20
(VIII, 31)
162.
Alasan-alasan Berdana
O
para bhikkhu, ada delapan alasan untuk berdana. Apakah yang delapan itu? Orang
bisa berdana karena kasih sayang; atau dalam suasana hati yang marah;
atau karena kebodohan; atau karena takut; atau karena berpikir, “Persembahan
seperti ini dahulu telah dilakukan oleh ayah dan kakekku, dan hal itu dilakukan
juga oleh mereka sebelumnya; maka tidaklah pantas kalau aku menghentikan
tradisi keluarga yang sudah lama ini“; atau karena berpikir, “Dengan
memberikan persembahan ini, aku akan dilahirkan di alam yang baik, di alam
surga, setelah kematian“; atau karena berpikir, “Ketika memberikan
persembahan ini, hatiku akan senang, dan kegembiraan serta sukacita akan muncul
di dalam diriku“; atau seseorang berdana karena hal itu memuliakan pikiran
dan memperindah pikiran.
(VIII, 33)
163.
Kelahiran Kembali karena Berdana
O
para bhikkhu, ada delapan jenis kelahiran kembali karena berdana. Apakah yang
delapan itu?
Di
sini, para bhikkhu, seseorang membuat persembahan untuk seorang petapa atau
brahmana, mempersembahkan kepadanya makanan, minuman, pakaian dan kendaraan;
kalungan bunga, wangi-wangian dan minyak oles; tempat tidur, tempat tinggal dan
penerangan. Pada saat membuat persembahan ini, dia mengharapkan imbalan. Kini
dia melihat para bangsawan yang kaya raya, para brahmana yang kaya raya, atau
para perumah-tangga yang kaya raya, yang bersenang-senang karena diperlengkapi
lima macam kenikmatan indera, dan dia berpikir, “O, dengan hancurnya tubuh,
setelah kematian, semoga aku terlahir di antara mereka!” Dan dia mengarahkan
pikirannya pada buah pikir itu, menjaganya dengan kuat dan mengembangkannya.
Buah-pikimya ini mengarah pada apa yang rendah, dan jika tidak dikembangkan
menuju apa yang lebih tinggi maka hal ini akan membawanya pada kelahiran
kembali yang seperti itu saja.21 Dengan hancurnya tubuh, setelah
kematian, dia akan terlahir kembali di antara para bangsawan yang kaya raya,
para brahmana yang kaya raya atau para perumah-tangga yang kaya raya.
Namun, kunyatakan hal ini hanya untuk orang-orang yang bermoral, bukan untuk
yang tak bermoral; karena, para bhikkhu, kemurniannyalah yang membuat
berhasilnya keinginan hati orang yang bermoral.22
Kemudian
lagi, seseorang membuat persembahan untuk seorang petapa atau brahmana,
mempersembahkan kepadanya makanan … atau penerangan. Pada saat membuat
persembahan ini, dia mengharapkan imbalan. Kini dia mendengar tentang umur
panjang, keelokan dan kebahagiaan para dewa di alam Empat Raja Besar …
dewa-dewa Tavatimsa … dewa-dewa Yama … dewa-dewa Tusita … dewa-dewa Yang
Bahagia dengan Penciptaan… dewa-dewa Yang Mengontrol Apa yang Diciptakan oleh
Yang Lain, dan dia berharap untuk terlahir kembali di antara mereka. Dia
mengarahkan pikirannya pada buah-pikir itu, menjaganya dengan kuat dan
mengembangkannya. Buah-pikirnya ini mengarah pada apa yang rendah, dan jika
tidak dikembangkan menuju pada apa yang lebih tinggi maka hal ini akan
membawanya pada kelahiran kembali yang seperti itu saja. Dengan hancurnya
tubuh, setelah kematian, dia akan terlahir kembali di antara dewa-dewa di
alam Empat Raja Besar . . . atau di antara para dewa Yang Mengontrol Apa Yang
Diciptakan oleh Yang Lain. Namun, aku nyatakan hal ini hanya untuk
orang-orang yang bermoral, bukan untuk yang tak bermoral; karena, para bhikkhu,
kemurniannyalah yang membuat berhasilnya keinginan hati orang yang bermoral.
Kemudian
lagi, seseorang membuat persembahan untuk seorang petapa atau brahmana,
mempersembahkan kepadanya makanan … atau penerangan. Dia sekarang mendengar
tentang umur panjang, keelokan dan kebahagian luar biasa yang dialami para dewa
di Alam Brahma, dan dia berharap terlahir kembali di antara mereka. Dia
mengarahkan pikirannya pada buah-pikir itu, menjaganya dengan kuat dan
mengembangkannya. Buah-pikirnya ini mengarah pada apa yang rendah, dan jika
tidak dikembangkan menuju apa yang tinggi maka hal itu akan membawanya pada
kelahiran kembali yang seperti itu saja. Dengan hancurnya tubuh, setelah
kematian, dia akan terlahir kembali di antara para dewa di Alam Brahma.
Namun, aku nyatakan hal ini hanya untuk orang-orang yang bermoral, bukan untuk
yang tak bermoral; hanya untuk orang yang terbebas dari nafsu, bukan untuk
orang yang penuh nafsu.23 Karena dia tanpa nafsu, para bhikkhu, maka
keinginan hati orang yang bermoral membuahkan hasil.
Inilah
para bhikkhu, delapan jenis kelahiran kembali karena berdana.
(VIII, 35)
164. Cara
Melakukan Tindakan Jasa
O
Para bhikkhu, ada tiga cara untuk membuat jasa kebajikan. Apakah yang tiga itu?
Ada cara membuat jasa kebajikan dengan berdana, dengan moralitas,
dan dengan mengembangkan meditasi.
Ada
orang yang telah berlatih membuat jasa kebajikan dengan berdana hanya sampai
tingkat terbatas; dan juga hanya sampai tingkat terbatas dia telah berlatih
membuat jasa kebajikan dengan moralitas; tetapi dia belum membuat jasa
kebajikan dengan bermeditasi. Orang ini, dengan hancurnya tubuh, setelah
kematian, akan terlahir kembali di antara manusia dalam kondisi yang tidak
menyenangkan.24
Orang
lain telah berlatih – sampai ke tingkat tinggi – membuat jasa kebajikan dengan
berdana dan juga dengan moralitas; tetapi dia tidak membuat jasa kebajikan
dengan bermeditasi. Orang seperti ini, dengan hancurnya tubuh, setelah
kematian, akan terlahir kembali di antara manusia dalam kondisi yang
menyenangkan.
Atau
dia akan terlahir kembali di alam dewa Empat Raja Besar. Dan di sana,
Empat Raja Besar, yang telah berlatih sampai ke tingkat yang sangat tinggi
membuat jasa kebajikan dengan berdana dan dengan moralitas, melampaui para dewa
lain di alam mereka di dalam sepuluh hal: jangka waktu hidup surgawi, keelokan
surgawi, kebahagiaan surgawi, ketenaran surgawi, kekuatan surgawi, penglihatan,
suara, bau, citarasa dan sentuhan surgawi.
Atau
dia akan terlahir kembali di alam dewa Tavatimsa. Dan di sana, Sakka, raja para
dewa, yang telah berlatih sampai ke tingkat yang sangat tinggi membuat jasa
kebajikan dalam berdana dan dengan moralitas, melampaui para dewa lain di alam
mereka di dalam sepuluh hal: jangka waktu hidup surgawi, keindahan surgawi,
kebahagiaan surgawi, ketenaran surgawi, kekuatan surgawi, penglihatan, suara,
bau, citarasa dan sentuhan surgawi.
(Pernyataan
yang sama dibuat untuk kelahiran kembali di antara dewa-dewa Yama, dewa-dewa
Tusita, dewa-dewa Yang Bahagia Dalam Penciptaan, dewa-dewa Yang Mengontrol Apa
Diciptakan oleh Yang Lain, dan untuk masing-masing penguasa di alam alam ini).
Inilah,
para bhikkhu, tiga cara membuat jasa kebajikan.
(VIII, 36)
165.
Manusia Superior
O
para bhikkhu, ketika manusia superior terlahir di dalam sebuah keluarga, dia
muncul untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan banyak orang. Dia muncul
untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan orang tuanya, istri dan
anak-anaknya, para budaknya, pekerja dan pelayannya, teman dan rekan kerjanya,
untuk nenek moyangnya untuk raja para petapa dan brahmana.
Sama
seperti awan hujan yang besar, yang membuat tanaman tumbuh, muncul untuk
kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan banyak orang, demikian pula halnya
ketika seorang manusia superior terlahir di dalam sebuah keluarga.
(VIII, 38)
166. Arus
Jasa Kebajikan
O
Para bhikkhu, ada delapan arus jasa kebajikan, arus semua yang bajik, penumbuh
kebahagiaan, yang bersifat surgawi, yang matang di dalam kebahagiaan, mendukung
ke surga, dan yang membawa pada apa pun yang diharapkan, dicintai dan disukai,
pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.25 Apakah yang delapan
itu?
Di
sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia telah pergi berlindung pada Buddha.
Inilah arus jasa kebajikan pertama, arus semua yang bajik, penumbuh
kebahagiaan, yang bersifat surgawi, yang matang di dalam kebahagiaan, mendukung
ke surga, dan yang membawa pada apa pun yang diharapkan, dicintai dan disukai,
pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.
Kemudian,
seorang siswa mulia yang telah pergi berlindung pada Dhamma … pada Sangha.
Inilah arus jasa kebajikan kedua … arus jasa kebajikan ketiga ….
Ada
lagi, para bhikkhu, lima hadiah yang murni, bertahan lama, tradisional, kuno,
yang tak ternoda dan belum pernah ternoda dan tidak sedang ternoda dan tidak
akan pernah ternoda, tidak dipandang rendah oleh petapa dan brahmana yang
bijaksana. Apakah lima hadiah itu?
Di
sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia berhenti menghancurkan kehidupan dan
tidak melakukannya. Dengan tidak melakukan perbuatan menghancurkan kehidupan,
siswa mulia itu memberi kepada amat sangat banyak makhluk kebebasan dari
ketakutan, kebebasan dari sikap permusuhan dan kebebasan dari kekejaman. Dengan
memberi kepada amat sangat banyak makhluk kebebasan dari ketakutan, kebebasan
dari sikap permusuhan dan kebebasan dari kekejaman, dia sendiri akan menikmati
amat banyak kebebasan dari ketakutan, sikap permusuhan dan kekejaman. Inilah
hadiah besar pertama dan aliran jasa kebajikan keempat.
Selanjutnya,
para bhikkhu, seorang siswa mulia berhenti mengambil apa yang tidak diberikan
dan tidak melakukannya. Dengan tidak melakukan perbuatan mengambil apa yang tidak
diberikan, siswa mulia itu memberi kepada amat sangat banyak makhluk kebebasan
dari ketakutan …. Inilah hadiah besar kedua dan aliran jasa kebajikan kelima.
Selanjutnya,
para bhikkhu, seorang siswa mulia berhenti melakukan perilaku seksual yang
menyimpang dan tidak melakukannya. Dengan tidak melakukan perilaku seksual yang
menyimpang, siswa mulia itu memberi kepada amat sangat banyak makhluk kebebasan
dari ketakutan …. Inilah hadiah besar ketiga dan aliran jasa kebajikan keenam.
Selanjutnya,
para bhikkhu, seorang siswa mulia berhenti berbicara yang tidak benar dan tidak
melakukannya. Dengan tidak melakukan perbuatan berbicara yang tidak benar,
siswa mulia itu memberi kepada amat sangat banyak makhluk kebebasan dari
ketakutan …. Inilah hadiah besar keempat dan aliran jasa kebajikan ketujuh.
Selanjutnya,
para bhikkhu, seorang siswa mulia berhenti minum anggur, minuman keras dan apa
pun yang bersifat meracuni, yang menjadi landasan bagi kelalaian, dan tidak
melakukannya. Dengan tidak melakukan perbuatan minum anggur, minuman keras dan
apa pun yang bersifat meracuni, siswa mulia itu memberi kepada amat sangat
banyak makhluk kebebasan dari ketakutan, kebebasan dari sikap permusuhan dan
kebebasan dari kekejaman. Dengan memberi kepada amat sangat banyak makhluk
kebebasan dari ketakutan, sikap permusuhan dan kekejaman, dia sendiri akan
menikmati amat banyak kebebasan dari ketakutan, sikap permusuhan dan kekejaman.
Inilah hadiah besar kelima dan aliran jasa kebajikan kedelapan.
Inilah,
para bhikkhu, delapan arus jasa kebajikan, arus semua yang bajik, penumbuh
kebahagiaan, yang bersifat surgawi, yang matang di dalam kebahagiaan, mendukung
ke surga, dan yang membawa pada apa pun yang diharapkan, dicintai dan disukai,
pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.
(VIII, 39)
167.
Tindakan Uposatha
Bilamana,
O para bhikkhu, tindakan Uposatha sempurna di dalam delapan faktor, maka buah
dan manfaatnya pun berlimpah, bersinar dan merebak. Dan bagaimana tindakan
Uposatha sempurna di dalam delapan faktor yang membuatnya memiliki buah dan
manfaat yang melimpah, bersinar dan merebak?26
Di
sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia merenungkan demikian: “Selama hidup,
para Arahat meninggalkan pembunuhan dan tidak melakukannya; dengan kail dan
senjata yang disingkirkan, mereka penuh kesadaran, baik hati dan hidup dalam
kasih sayang terhadap semua makhluk. Hari ini aku juga, selama siang dan malam
ini, akan melakukan hal yang sama. Aku akan meniru para Arahat di dalam hal
itu, dan tindakan Uposatha akan terpenuhi olehku.” Inilah faktor pertama
yang dimilikinya.
Selanjutnya,
dia merenungkan: “Selama hidup, para Arahat meninggalkan perbuatan mengambil
apa yang tidak diberikan dan tidak melakukannya; mereka menerima hanya apa yang
diberikan, mengharapkan hanya yang diberikan, dan berdiam dengan hati yang
jujur, bebas dari keinginan mencuri. Hari ini aku juga, selama siang dan malam
ini, akan melakukan hal yang sama….” Inilah faktor kedua yang
dimilikinya.
“Selama
hidup, para Arahat meninggalkan kehidupan seksual dan hidup selibat, jauh dari
seksualitas, menahan diri dari praktek hubungan seksual yang kasar. Hari ini
aku juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama ….” Inilah
faktor ketiga yang dimilikinya.
“Selama
hidup, para Arahat meninggalkan perbuatan berbicara yang tidak benar dan tidak
melakukannya, mereka adalah pembicara kebenaran, pengikut kebenaran, dapat
dipercaya dan dapat diandalkan, bukan penipu dunia. Hari ini aku juga, selama
siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama ….” Inilah faktor keempat
yang dimilikinya.
“Selama
hidup, para Arahat meninggalkan anggur, minuman keras dan apa pun yang bersifat
meracuni, yang menjadi landasan bagi kelalaian dan tidak melakukannya. Hari ini
aku juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama …” Inilah faktor
kelima yang dimilikinya.
“Selama
hidup, para Arahat makan hanya sekali sehari dan menahan diri untuk tidak makan
pada malam hari atau pada saat yang tidak tepat. Hari ini aku juga, selama
siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama ….” Inilah faktor keenam
yang dimilikinya.
“Selama
hidup, para Arahat tidak menari, menyanyi, melihat pertunjukan musik instrumen
dan pertunjukan yang tidak pantas, dan mereka tidak menghias diri dengan
mengenakan kalung bunga dan menggunakan wangi-wangian dan minyak-minyakan. Hari
ini aku juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama ….”
Inilah faktor ketujuh yang dimilikinya.
“Selama
hidup, para Arahat meninggalkan penggunaan tempat tidur dan alas duduk yang
mewah dan tidak melakukannya; mereka menggunakan tempat beristirahat yang
rendah – bisa tempat tidur yang kecil atau alas jerami. Hari ini aku juga,
selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama ….” Inilah faktor kedelapan
yang dimilikinya.
Bilamana,
O para bhikkhu, tindakan Uposatha sempurna di dalam delapan faktor ini, buah
dan manfaatnya pun berlimpah, bersinar dan merebak. Dan sampai sejauh mana
tindakan Uposatha itu akan memiliki buah dan manfaat yang berlimpah, bersinar
dan merebak?
Seandainya,
para bhikkhu, seseorang akan menjalankan kedaulatan dan kepemimpinan terhadap
enam belas negara besar yang menyimpan tujuh harta berharga yaitu Anga,
Magadha, Kasi, Kosala, Vajji, Malla, Ceti, Vamsa, Kuru, Pancala, Maccha,
Surasena, Assaka, Avanti, Gandhara, Kamboja:27 nilainya tidak
sebanding dengan seperenambelas dari tindakan Uposatha yang sempurna di dalam
delapan faktor itu. Apa alasannya? Karena kekuasaan manusia tidak ada artinya
dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.
Bagi
dewa-dewa di alam Empat Raja Besar, satu hari satu malam sama dengan lima
puluh tahun manusia, tiga puluh hari itu sama dengan satu bulan, dan dua
belas bulan seperti sama dengan satu tahun. Usia kehidupan para dewa di alam
Empat Raja Besar itu lima ratus tahun surgawi.28 Para bhikkhu, jika
seorang wanita atau pria di sini melakukan Uposatha yang sempurna di dalam
delapan faktor ini, dengan hancurnya tubuh, setelah kematian, ada kemungkinan
bagi mereka untuk terlahir kembali di tengah tengah para dewa di alam Empat
Raja Besar. 8erdasarkan hal inilah maka kukatakan bahwa kekuasaan manusia tidak
ada artinya dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.
Bagi
dewa-dewa Tavatimsa, satu hari satu malam sama dengan seratus tahun manusia
… Usia kehidupan para dewa Tavatimsa itu seribu tahun surgawi … Bagi dewa-dewa
Yama, satu hari satu malam sama dengan dua ratus tahun manusia… Usia
kehidupan para dewa Yama itu dua ribu tahun surgawi … Bagi dewa-dewa Tusita, satu
hari satu malam sama dengan empat ratus tahun manusia . .. Usia kehidupan
para dewa Tusita itu empat ribu tahun surgawi … Bagi dewa-dewa Yang Senang
Mencipta, satu hari satu malam sama dengan delapan ratus tahun manusia …
Usia kehidupan para dewa Yang Senang Mencipta itu delapan ribu tahun surgawi …
Bagi dewa-dewa Yang Mengontrol Apa yang Diciptakan oleh Yang Lain, satu hari
satu malam sama dengan seribu enam ratus tahun manusia; tiga puluh hari
seperti itu sama dengan satu bulan, dan dua belas bulan seperti itu sama dengan
satu tahun. Usia kehidupan para dewa Yang Mengontrol Apa yang Diciptakan oleh
Yang Lain itu enam belas ribu tahun surgawi. Para bhikkhu, jika seorang wanita
atau pria di sini melakukan Uposatha yang sempurna di dalam delapan faktor ini,
dengan hancurnya tubuh, setelah kematian, ada kemungkinan bagi mereka untuk
terlahir kembali di tengah tengah para dewa Yang Mengontrol Apa yang Diciptakan
oleh Yang Lain. Berdasarkan hal inilah maka kukatakan bahwa kekuasaan manusia
tidak ada artinya dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.
(VIII, 41)
168.
Sukses Seorang Wanita
Pada
suatu ketika Yang Terberkahi berdiam di Savatthi di Taman Timur, di Istana Ibu
Migara. Kemudian Visakha – ibu Migara – mendekati Yang Terberkahi, menghormat
Beliau dan duduk di satu sisi. 29 Yang Terberkahi kemudian berkata
kepadanya:
“Visakha,
bila seorang wanita mempunyai empat kualitas, dia menuju kejayaan di dunia
sekarang dan sukses di dunia ini. apakah yang empat itu?
“Di
sini, Visakha, seorang wanita mampu di dalam pekerjaannya; dia mengatur
pembantu rumah tangga; dia berperilaku dengan cara yang disetujui oleh
suaminya; dan dia menjaga penghasilan suaminya.
“Dan
bagaimana seorang wanita mampu di dalam pekerjaannya? Di sini, Visakha,
dia terampil dan rajin dalam pekerjaan rumah tangga suaminya, entah dengan wol
maupun katun;30 dia menyelidiki cara-cara yang tepat, dan mampu
bertindak dan mengatur semuanya dengan baik. Dengan cara inilah seorang wanita
mampu di dalam pekerjaannya.
“Dan
bagaimana seorang wanita mengatur pembantu rumah tangga? Di sini,
Visakha, mengenai para pembantu rumah tangga suaminya – entah budak atau
pembantu atau pekerja – dengan pengawasan langsung dia mengetahui apa yang
telah mereka lakukan atau yang tidak dapat mereka lakukan, dia mengetahui
ketika mereka sakit atau sehat, dan dia membagikan kepada masing-masing jatah
makanan yang tepat. Dengan cara inilah seorang wanita mengatur pembantu tangga.
“Dan
bagaimana seorang wanita berperilaku dengan cara yang disetujui oleh
suaminya? Di sini, Visakha, seorang wanita tidak akan melakukan tindakan
salah yang tidak disetujui suaminya, sekalipun jika dia harus mengorbankan
kehidupannya. Dengan cara inilah seorang wanita berperilaku dengan cara yang
disetujui oleh suaminya.
“Dan
bagaimana seorang wanita menjaga penghasilan suaminya? Di sini, Visakha,
apa pun yang dibawa pulang suaminya – entah uang atau biji-bijian, perak atau
emas – dia berhasil melindungi dan menjaganya, dan dia bukan pemboros, pencuri,
pembuang atau penghambur kekayaan suaminya. Dengan cara inilah seorang wanita
menjaga penghasilan suaminya.
“Bilamana,
Visakha, seorang wanita memiliki empat kualitas ini dia menuju kejayaan di
dunia sekarang dan sukses di dunia ini. Tetapi bila dia memiliki empat kualitas
lainnya, dia menuju kejayaan di dunia lain dan sukses di dunia lain itu. Apakah
yang empat itu?
“Di
sini, Visakha, seorang wanita mantap dalam keyakinan, moralitas, kedermawanan,
dan kebijaksanaan.
“Dan
bagaimana seorang wanita mantap dalam keyakinan? Di sini, Visakha,
seorang wanita memiliki keyakinan; dia menempatkan keyakinan pada pencerahan
sempurna Sang Tathagata demikian: ‘Yang Terberkahi adalah Arahat … (seperti
Teks 92) … guru para dewa dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Terberkahi.’
Dengan cara inilah seorang wanita mantap dalam keyakinan.
“Dan
bagaimanakah seorang wanita mantap dalam moralitas? Di sini, Visakha,
seorang wanita tidak melakukan perbuatan menghancurkan kehidupan, mencuri,
berperilaku seks yang salah, berucap yang salah, dan minum anggur, minuman
keras dan apa pun yang bersifat meracuni, yang merupakan landasan bagi
kelalaian. Dengan cara inilah seorang wanita mantap dalam moral.
“Dan
bagaimanakah seorang wanita mantap dalam kedermawanan? Di sini, Visakha,
seorang wanita berdiam di rumah dengan pikiran tanpa noda kekikiran, dia
dermawan secara bebas, suka menolong, gembira dalam melepas, orang yang senang
beramal, bergembira dalam berdana dan berbagi. Dengan cara inilah seorang
wanita mantap dalam kedermawanan.
“Dan
bagaimanakah seorang wanita mantap dalam kebijaksanaan? Di sini,
Visakha, seorang wanita memiliki kebijaksanaan yang melihat ke dalam muncul dan
lenyapnya fenomena, yang agung dan menembus serta menuju pada hancurnya
penderitaan secara total.
“Bilamana
seorang wanita memiliki empat kualitas ini, dia menuju kejayaan di dunia lain
dan sukses di dunia lain itu.
(VIII, 49)
169.
Dhamma secara Singkat
Pada
suatu ketika Yang Terberkahi berdiam di Vesali di Hutan Besar, di Aula Beratap
Runcing. Kemudian Mahapajapati Gotami menghampiri Yang Terberkahi, menghormat
Beliau, dan berdiri di satu sisi.31 Sambil berdiri dia berkata kepada
Beliau:
“Bhante,
baik sekali apabila Yang Terberkahi mengajarkan Dhamma secara singkat kepada
saya, sehingga setelah mendengarkan Dhamma dari Yang Terberkahi itu, saya bisa
berdiam sendirian, menarik diri, rajin, bersungguh-sungguh dan bertetap hati.”
“Bila,
Gotami, engkau mengetahui hal-hal secara pasti: ‘Hal-hal ini menuju pada nafsu,
bukan pada tanpa-nafsu; pada kemelekatan, bukan pada tanpa-kemelekatan;
pada pengumpulan, bukan pada pelepasan; pada memiliki banyak
keinginan, bukan pada memiliki sedikit keinginan; pada ketidakpuasan,
bukan pada kepuasan; pada suka berkumpul, bukan pada kesendirian; pada kelambanan,
bukan pada kebangkitan semangat; pada kehidupan yang mewah, bukan pada
kesederhanaan’ – tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: ‘Ini bukanlah
Dhamma; ini bukanlah Vinaya; ini bukanlah Ajaran Sang Guru.’
“Tetapi,
Gotami, bila engkau mengetahui hal-hal secara pasti: ‘Hal-hal ini menuju pada tanpa-nafsu,
bukan pada nafsu; pada tanpa-kemelekatan, bukan pada kemelekatan; pada pelepasan,
bukan pada pengumpulan; pada memiliki sedikit keinginan, bukan pada
memiliki banyak keinginan; pada kepuasan, bukan pada ketidakpuasan; pada
kesendirian, bukan pada berkumpul; pada kebangkitan semangat,
bukan pada kelambanan; pada kesederhanaan, bukan pada kehidupan mewah’ –
tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: “Ini adalah Dhamma; ini adalah
Vinaya; ini adalah Ajaran Sang Guru.’”
(VIII, 53)
170.
Kesejahteraan Umat Awam
Pada
suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di antara orang-orang Koliya. Di situ
ada sebuah kota pasar suku Koliya yang bernama Kakkarapatta. Kemudian seorang
kepala keluarga Dighajanu mendekati Yang Terberkahi, memberi hormat, dan duduk
pada satu sisi. Setelah duduk, dia berkata kepada Yang Terberkahi:
“Bhante,
kami adalah umat awam yang menikmati kesenangan indera, berdiam di rumah yang
dipenuhi anak-anak, menikmati kayu cendana Kasia, mengenakan kalungan bunga,
wangi-wangian dan minyak-minyakan, menerima emas dan perak. Biarlah Yang
Terberkahi mengajarkan kepada kami Dhamma yang akan membawa pada kesejahteraan
dan kebahagiaan kami baik di dalam kehidupan sekarang ini maupun kehidupan yang
akan datang.”
“Byagghapajja,
ada empat hal yang akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan bagi seorang
perumah-tangga di dalam kehidupan yang sekarang ini. Apakah yang empat itu?
Pencapaian usaha yang tak kenal henti, pencapaian perlindungan, persahabatan
yang baik, dan kehidupan yang seimbang.
“Dan
apakah pencapaian usaha yang tak kenal henti itu? Di sini, Byagghapajja,
apa pun usaha yang dilakukan oleh perumah-tangga sebagai mata pencahariannya –
apakah bertani, berdagang, berternak, memanah atau pelayanan sipil, atau
kerajinan lain – dia terampil dan rajin; dia mencari cara-cara yang sesuai dan
mampu bertindak serta mengatur segalanya dengan tepat. Inilah yang disebut
pencapaian
“Dan
apakah pencapaian perlindungan itu? Di sini, Byagghapajja, seorang
perumah-tangga membuat perlindungan dan penjagaan terhadap kekayaan yang
diperoleh dengan perjuangan yang penuh semangat, yang dikumpulkan dengan
kekuatan tangannya, dihasilkan dengan peluh di dahinya, kekayaan sah yang telah
diperoleh dengan benar, sambil berpikir: ‘Bagaimana aku bisa mencegah agar
raja-raja dan bandit-bandit tidak mengambilnya, api tidak membakarnya, banjir
tidak melandanya, dan pewaris yang tak kukasihi tidak mengambilnya?’ Inilah
yang disebut pencapaian perlindungan.
“Dan
apakah itu persahabatan yang baik itu? Di sini, Byagghapajja, di desa
atau kota mana pun perumah-tangga itu tinggal, dia berteman dengan para
perumah-tangga dan putra-putranya – baik muda atau tua – yang matang dalam
moralitas, mantap dalam keyakinan, moralitas, kedermawanan, dan kebijaksanaan;
dia bercakap-cakap dengan mereka dan berdiskusi dengan mereka. Dia berusaha
menyamai berkenaan dengan pencapaian mereka dalam keyakinan, moralitas,
kedermawanan, dan kebijaksanaan. Inilah yang disebut persahabatan yang baik.
“Dan
apakah kehidupan yang seimbang itu? Di sini, Byagghapajja, seorang
perumah-tangga mengetahui pemasukan dan pengeluarannya, dan dia mengarah pada
kehidupan yang seimbang. Dia tidak menghambur-hamburkan uang namun juga tidak
kikir. Dengan demikian pemasukannya melebihi pengeluarannya, bukan sebaliknya.
Sama seperti seorang pandai emas atau pembantunya yang memegang timbangan
mengetahui, ‘Sekian jauh timbangan ini miring ke bawah, sekian jauh timbangan
ini miring ke atas’, demikian pula seorang perumah-tangga memiliki kehidupan
yang seimbang.
“Kekayaan
yang telah dikumpulkan itu memiliki empat sumber pembuangan: main
wanita, mabuk-mabukan, berjudi, dan persahabatan yang tidak baik. Sama seperti
sebuah tangki yang memiliki empat saluran masuk dan pembuangan, jika saluran
masuknya ditutup dan saluran pembuangannya dibuka, dan tidak ada curah hujan
yang cukup untuk mengisinya, maka dapat diharapkan akan ada pengurangan jumlah
air di dalam tangki, bukan penambahan. Seperti itu pula empat hal ini
menyebabkan terbuangnya kekayaan yang telah dikumpulkan itu.
“Demikian
pula, ada empat sumber untuk bertambahnya kekayaan yang telah
dikumpulkan itu: tidak main wanita, tidak mabuk-mabukan, tidak berjudi dan
tidak memiliki persahabatan yang tidak baik. Sama seperti sebuah tangki yang
memiliki empat saluran masuk dan pembuangan, jika saluran masuknya dibuka dan
saluran pembuangannya ditutup, dan ada cukup curah hujan, maka dapat diharapkan
akan ada penambahan jumlah air di dalam tangki, bukan pengurangan. Seperti itu
pula empat hal ini menyebabkan bertambahnya kekayaan yang telah dikumpulkan
itu.
“Empat
hal ini, Byagghapajja, membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan seorang
perumah-tangga di dalam kehidupan sekarang ini.
“Empat
hal ini membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan seorang perumah tangga di
dalam kehidupan yang akan datang. Apakah yang empat itu? Pencapaian dalam
keyakinan, moralitas, kedermawanan, dan kebijaksanaan.
“Dan
bagaimana seorang perumah-tangga mantap dalam keyakinan? Di sini,
Byagghapajja, seorang perumah-tangga memiliki keyakinan; dia meletakkan
keyakinannya pada pencerahan Sang Tathagata demikian … (lihat Teks 92) … Dengan
cara inilah seorang perumah-tangga mantap dalam keyakinan.
“Dan
bagaimana seorang perumah-tangga mantap dalam moralitas? Di sini, Byagghapajja,
seorang perumah tangga tidak menghancurkan kehidupan, tidak mencuri, tidak
berperilaku seksual yang menyimpang, tidak berbicara yang tidak benar, tidak
minum anggur, minuman keras dan apa pun lainnya yang bersifat meracuni yang
menjadi landasan kelalaian. Dengan cara inilah seorang perumah-tangga mantap
dalam moralitas.
“Dan
bagaimana seorang perumah-tangga mantap dalam dermawanan? Di sini,
Byagghapajja, seorang perumah-tangga berdiam di rumah dengan pikiran yang
bersih dari noda kekikiran, dia dermawan secara bebas, suka menolong,
bergembira dalam berdana, orang yang senang beramal, senang berdana dan
berbagi. Dengan cara inilah seorang perumah-tangga mantap dalam kedermawanan.
“Dan
bagaimana seorang perumah-tangga mantap dalam kebijaksanaan? Di sini,
Byagghapajja, seorang perumah-tangga memiliki kebijaksanaan yang melihat ke
dalam muncul dan lenyapnya fenomena, yang mulia dan menembus dan menuju pada
musnahnya penderitaan secara total. Dengan cara inilah seorang perumah-tangga
mantap dalam kebijaksanaan.
“Empat
hal ini, Byagghapajja, membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan seorang
perumah-tangga di dalam kehidupan yang akan datang.”
(VIII, 54)
171.
Ladang Perbuatan Baik bagi Dunia
Delapan
jenis manusia ini, O para bhikkhu, pantas memperoleh pemberian, pantas
memperoleh keramahtamahan, pantas memperoleh persembahan, pantas memperoleh
penghormatan, merupakan ladang perbuatan jasa yang tak ada bandingnya di dunia.
Apakah yang delapan itu? Para Pemasuk-Arus dan orang yang berlatih untuk
mewujudkan buah Pemasuk-Arus; Yang-Kembali-Sekali-Lagi dan orang yang berlatih
untuk mewujudkan buah Yang-Kembali-Sekali-Lagi; Yang-Tidak-Kembali-Lagi dan
orang yang berlatih untuk mewujudkan buah Yang-Tidak-Kembali-Lagi; Arahat dan
orang yang berlatih untuk mencapai tingkat Arahat. Delapan jenis manusia ini
pantas memperoleh pemberian, pantas memperoleh keramahtamahan, pantas menerima
persembahan, pantas memperoleh penghormatan, merupakan ladang perbuatan jasa
yang tak ada bandingnya di dunia.32
Empat
jenis yang berlatih pada jalan ini
Dan empat jenis yang berdiri di dalam buahnya:
Inilah Sangha yang tegak
Yang memiliki kebijaksanaan dan moralitas.
Bagi orang yang memberikan persembahan,
Bagi para makhluk yang ingin memperoleh jasa kebajikan,
Bagi mereka yang melakukan kebajikan dalam keseharian.
Apa yang diberikan kepada Sangha akan mendatangkan buah yang besar.33
Dan empat jenis yang berdiri di dalam buahnya:
Inilah Sangha yang tegak
Yang memiliki kebijaksanaan dan moralitas.
Bagi orang yang memberikan persembahan,
Bagi para makhluk yang ingin memperoleh jasa kebajikan,
Bagi mereka yang melakukan kebajikan dalam keseharian.
Apa yang diberikan kepada Sangha akan mendatangkan buah yang besar.33
(VIII, 59)
172.
Kesempurnaan Seorang Bhikkhu
O
para bhikkhu, seorang bhikkhu mungkin penuh keyakinan tetapi tidak bermoral.
Maka dia masih kurang sehubungan dengan faktor itu. Dia harus menggenapi faktor
itu, sambil berpikir: “Bagaimana aku bisa penuh keyakinan dan juga bermoral?”
Ketika seorang bhikkhu sekaligus penuh keyakinan dan juga bermoral, maka dia
lengkap sehubungan dengan faktor itu.
Seorang
bhikkhu mungkin penuh keyakinan dan bermoral, tetapi tidak terpelajar.
Maka dia masih kurang sehubungan dengan faktor itu. Dia harus menggenapi faktor
itu, sambil berpikir: “Bagaimana aku bisa penuh keyakinan, bermoral, dan juga
terpelajar?” Ketika seorang bhikkhu sekaligus penuh keyakinan, bermoral dan
juga terpelajar, maka dia lengkap sehubungan dengan faktor itu.
Seorang
bhikkhu mungkin penuh keyakinan, bermoral dan terpelajar, tetapi dia bukan
pembicara Dhamma yang baik … bukan orang yang sering pergi ke pertemuan
banyak bhikkhu … bukan orang yang dengan penuh percaya diri mengajarkan Dhamma
kepada pertemuan banyak bhikkhu … bukan orang yang mencapai seperti yang
diharapkan – tanpa masalah dan kesulitan – empat jhana yang berhubungan dengan
pikiran yang tebih tinggi, yang merupakan tempat tinggal yang menyenangkan di
dalam kehidupan ini juga … bukan orang yang – dengan hancurnya noda-noda – di
dalam kehidupan ini juga memasuki dan berdiam di dalam kebebasan pikiran yang
tak ternoda, kebebasan oleh kebijaksanaan, setelah merealisasikannya sendiri
lewat pengetahuan langsung. Maka dia masih kurang sehubungan dengan faktor itu.
Dia harus menggenapi faktor itu, sambil berpikir: “Bagaimana aku bisa penuh
keyakinan … dan dalam kehidupan ini juga memasuki dan berdiam di dalam
kebebasan pikiran yang tak ternoda, kebebasan oleh kebijaksanaan, setelah
merealisasikannya sendiri lewat pengetahuan langsung?”
Ketika
seorang bhikkhu penuh keyakinan, bermoral, terpelajar, merupakan pembicara
Dhamma yang baik, orang yang sering pergi ke pertemuan banyak bhikkhu, orang
yang dengan penuh percaya diri mengajarkan Dhamma pada perkumpulan banyak
bhikkhu, orang yang mencapai seperti yang diharapkan – tanpa masalah dan
kesulitan – empat jhana yang berhubungan dengan pikiran yang lebih tinggi, dan
orang yang dengan hancurnya noda-noda di dalam kehidupan ini juga memasuki dan
berdiam di dalam kebebasan pikiran yang tak ternoda, kebebasan oleh
kebijaksanaan, setelah merealisasikannya sendiri lewat pengetahuan langsung –
maka dia lengkap di dalam semua faktor itu.
Seorang
bhikkhu yang memiliki delapan kualitas ini memberikan inspirasi pada
sekelilingnya dan sempurna di semua segi.
(VIII, 71)
173.
Kewaspadaan terhadap Kematian-I
Pada
suatu ketika Yang Terberkahi berdiam di Nadika di Aula Batu Bata. Di sana
Beliau berkata kepada para bhikkhu demikian:
“Kewaspadaan
terhadap kematian, O para bhikkhu, jika dikembangkan dan dipupuk, akan membawa
buah dan manfaat yang besar; kewaspadaan itu lebur di dalam Tanpa-Kematian,
berakhir pada Tanpa-Kematian. Oleh sebab itu, para bhikkhu, kalian harus
mengembangkan kewaspadaan terhadap kematian.”
Setelah
Yang Terberkahi berkata demikian, seorang bhikkhu berkata:
“Yang
Mulia, saya mengembangkan kewaspadaan terhadap kematian.”
“Bagaimana
engkau mengembangkannya?”
“Saya
berpikir begini, Yang Mulia: ‘O, seandainya saja aku hidup hanya sehari semalam
lagi, aku akan mengarahkan pikiranku pada Ajaran Yang Terberkahi. Memang
sungguh amat banyak yang bisa kulakukan!’ Demikianlah, Yang Mulia, cara saya
memupuk kewaspadaan terhadap kematian.”
(Bhikkhu-bhikkhu
lain yang berkumpul di situ juga berkata bahwa mereka telah mengembangkan
kewaspadaan terhadap kematian. Ketika ditanya bagaimana cara melakukannya,
mereka menjawab:)
“Saya
berpikir begini, Yang Mulia: ‘O, seandainya saja aku hidup selama hanya satu
hari ini lagi … hanya selama setengah hari lagi … hanya selama waktu yang
kubutuhkan untuk sekali makan … setengah kali makan … hanya selama waktu yang
kubutuhkan untuk mengunyah dan menelan empat atau lima potong makanan … untuk
mengunyah dan menelan satu potong makanan … hanya selama waktu yang kubutuhkan
untuk menarik nafas setelah mengeluarkan nafas atau mengeluarkan nafas setelah
menarik nafas, aku akan mengarahkan pikiranku pada Ajaran Yang Terberkahi.
Memang sungguh amat banyak yang bisa kulakukan!’ Demikianlah, Yang Mulia, cara
saya mengembangkan kewaspadaan terhadap kematian.”
Setelah
para bhikkhu berkata demikian, Yang Terberkahi berkata:
“Para
bhikkhu yang berkata bahwa mereka mengembangkan kewaspadaan terhadap kematian
dengan pikiran, ‘O, seandainya saja aku hidup hanya selama sehari semalam lagi
… hanya selama waktu yang kubutuhkan untuk mengunyah dan menelan empat atau
lima potong makanan …’ – mengenai para bhikkhu seperti ini bisa dikatakan bahwa
mereka hidup dengan malas dan bahwa mereka mengembangkan kewaspadaan
terhadap kematian dengan cara yang lambat untuk menghancurkan noda-noda.34
“Tetapi,
para bhikkhu, mereka yang mengembangkan kewaspadaan terhadap kematian dengan
pikiran, ‘O, seandainya saja aku hidup hanya selama waktu yang kubutuhkan untuk
mengunyah dan menelan satu potong makanan; atau selama menarik nafas setelah
mengeluarkan nafas atau mengeluarkan nafas setelah menarik nafas, aku akan
mengarahkan pikiranku pada Ajaran Yang Terberkahi. Memang sungguh amat banyak
yang bisa kulakukan!’ – mengenai para bhikkhu seperti ini bisa dikatakan bahwa
mereka hidup dengan rajin, dan bahwa mereka mengembangkan kewaspadaan
terhadap kematian dengan penuh semangat untuk menghancurkan noda-noda.
“Oleh
sebab itu, para bhikkhu, kalian harus melatih diri demikian, ‘Kami akan hidup
dengan rajin dan kami akan mengembangkan kewaspadaan terhadap kematian dengan
penuh semangat untuk menghancurkan noda-noda!’ Dengan cara seperti itulah, para
bhikkhu, kalian harus melatih diri.”
(VIII, 73)
174.
Kewaspadaan terhadap Kematian-II
Pada
suatu ketika Yang Terberkahi berdiam di Nadika di Aula Batu Bata. Di sana
Beliau berkata kepada para bhikkhu demikian:
“Kewaspadaan
terhadap kematian, O para bhikkhu, jika dikembangkan dan dipupuk, akan membawa
buah dan manfaat yang besar; kewaspadaan itu lebur di dalam Tanpa-Kematian,
berakhir pada Tanpa-Kematian. Dan bagaimana, para bhikkhu, kewaspadaan terhadap
kematian dikembangkan sedemikian rupa?
0 komentar:
Posting Komentar