ALIRAN ALIRAN MAHAYANA
Pada umumnya dikatakan aliran-aliran agama Buddha yang
tersebar di TIMUR JAUH terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok
HINAYANA dan kelompok MAHAYANA. Dari kelompok HINAYANA ada dua sub kelompok,
yaitu:
1. Abhidharma – Kosa
2. Satyasiddhi
Dari kelompok MAHAYANA ada sembilan yaitu:
1. Yogacara (Vijñanavada)
2. Tri-sastra (Madyamika)
3. Avatamsaka
4. Thien Tai
5. Tantra
6. Chan (Zen/Dhyana)
7. Sukhavati
8. Nichiren
9. Vinaya
1.1. ALIRAN YOGACARA
(VIJÑANAVADA)
Berasal dari ajaran Maitreyanatha (270-350M), yang
terdapat dalam Lankavatara sutra, Samdhinirmocana sutra, Mahayana Sraddhotpada
Sastra Asvagosa, dll.
Tokoh dalam Mahayana (aliran Yogacara) : Asanga dan
Vasubandhu
Penekanan Ajaran: pada kesadaran, Vijñanavada:
Kelompok Idealisme.
Yang menonjol: Sistim Samparigraha (She-lun-tsung)
yang membeberkan ajaran-ajaran Vijñana-matra, “Segalanya adalah konstruksi mental/kesadaran belaka”.
10 Corak khusus yang terdapat dalam kitab
Mahayana-Samparigraha, yaitu:
(1) gudang-kesadaran (alaya-vijñana)
(2) ideasi- semata (citta)
(3) pencapaian wawasan tentang ideasi semata
(4) enam paramita
(5) dasabhumi
(6) moralitas (sila)
(7) meditasi
(8) prajna
(9) pengetahuan yang membedakan
(avikalpa-jhana)
(10)
trikaya
(3 tubuh)
ALAYA-VIJÑANA
Adalah tempat jejak pikiran dan perbuatan, endapan
benih karma yang lampau. Jadi harus disesuaikan dari dualitas subjek-objek dan
paham-paham khayalan yang palsu dan dipulihkan yaitu kedemikianan (tathata)
yang tidak membedakan Amala-vijñana (kesadaran yang murni) dan termasuk
kesadaran ke 9.
Sembilan rangkaian kesadaran
adalah:
·
Lima
kesadaran pertama yang meliputi kesadaran penglihatan, pendengaran, penciuman,
pengecapan, dan sentuhan (panca-indera).
·
Empat
kesadaran pusat:
-
Kesadaran
pusat indera (mano-vijñana) yang membentuk gagasan atau pemikiran atas perspsi
yang diterima dari luar;
-
Kesadaran
pusat pikiran (manas-vijñana) berfikir, berkehendak, berlandaskan ego.
-
Kesadaran
gudang ediasi (citta/alaya-vijñana=menyimpan benih-benih, yang menjaga
ketepatgunaan/efektifitas atau tenaga untuk perwujudan).
-
Kesadaran
bebas noda (alama-vijñana= kesadaran murni, suci, bebas dari dualitas
subyek-obyek).
Aliran yogacara disebut juga Vijñanavada
(Wei-shih-tsung) secara khusus menganalisa obyek-obyek mental dan fenomena.
Penekanan ada pada kesadaran subyektif karena realitas adalah kesadaran itu
sendiri.
Ada 5 (lima) kelompok dan 100 (seratus) Dharma;
- Kelompok I :
8 Citta Dharma
- Kelompok II :
51 Caitasika Dharma
- Kelompok III : 11 Rupa Dharma
- Kelompok IV :
24 Citta Viprayukta-sankhara
- Kelompok V :
6 Asankrta Dharma
JUMLAH : 100 Dharma
Sistim Yogacara – Samparigraha – Dharmalaksana.
Dharma Laksana menekankan sifat-sifat khusus (laksana)
Dharma yang membentuk dunia dalam kesadaran manusia. Dengan kata lain dharma
tergantung atas kesadaran manusia dan tidak berdiri sendiri. Dengan demikian
cakrawala dunia terjadi di dalam kesadaran manusia itu sendiri.
Dosen: Suwono, S.Ag.
Disampaikan tanggal: 13 Januari 2005
Sekolah
Tinggi Agama Buddha
(STAB) Kertarajasa Batu
Semester IV
1.2. ALIRAN TRI – SASTRA
(MADHYAMIKA/SUNYAVADA)
Pelopornya: antara Lain NGARJUNA & ARYA DEVA
3 Pokok Ajaran Utama Madhyamika:
1. Menyangkal yang keliru dan menegakkan yang benar.
2. Penekanan pada samvrti-satya dan paramartha-satya
3. Delapan metode untuk menyangkal secara dialektik:
Tidak lahir, tidak lenyap, tidak langgeng, tidak
putus, tidak berbeda, tidak datang, tidak pergi, tidak sama, tidak berbeda
sebagai CARA untuk MENGANALISA dan MENGERTI SUATU MASALAH.
·
NAGARJUNA,
penulis Mahaprajna Paramitra-sastra; mengajarkan praktek kebajikan dan wawasan
terang dari jalan tenganh Sang Buddha, yang terletak antara ekstrim asketisme
dan hedonisme; dan antara realitas absolut dan bukan-realitas.
·
Jalan
kebebasan ditempuh dengan menggunakan disiplin mental dan moral dengan
mematahkan ikatan kebodohan. Filsafat dialektik diperlukan untuk menghapus
keterikatan pada pahm-paham dan doktrin-doktrin yaitu dengan berpegang: segala
sesuatu tidak mempunyai realitas absolut.
·
Ajaran
utama NAGARJUNA adalah SUNYATA, dipadankan dengan PRATITYA-SAMUPPADA dari
segenap fenomena yang ada.
·
Dalam
merumuskan filsafat Madhyamika, dipakai metode DIALEKTIKA yaitu PRASANGA-VAKYA,
yaitu argument penyusutan sampai kemustahilan sampai pada suatu posisi madya
yang bebas dari semua nama, cirri dan di luar semua pemikiran dan ucapan. Semua
pikiran duniawi sama dengan kosong, jalan tengah secara jelas melalui 8
rangkaian penyangkalan.
·
Dengan
demikian semua pembedaan diri dan orang lain atau ini dan itu dapat
dihilangkan. Jadi penyangkalan terhadap pandangan salah sama dengan penjelasan
mengenai pandangan benar.
·
Caranya:
Bila yang benar dipertentangkan dengan yang
salah sama benar karena merupakan lawan dari yang salah. Bila yang salah
disangkal seluruhnya akan terdapat yang benar yang mutlak. Bila segenap gagasan
tentang yang benar dan yang salah dibuang, terdapatlah yang mutlak, yaitu kebenaran
hakiki.
Sunyata berarti pelepasan semua pandangan,
gagasan.
·
Kreatifitas
NAGARJUNA yang lain:
1.
Ketidak-berintinya
semua fenomena dalam dialektika. Negatif menghasilkan tetralemma (4 dimensi
masalah) yaitu segala sesuatu yang ada bukan ada, bukan tak ada; (4x).
2.
Makna
terdalam Sunyata ada pada pratitya-samuppada kehidupan dan realitas spiritual
tertinggi, tak ada perbedaan hakiki antara keduanya.
3.
Ada 2
tingkat kebenaran (konvensional, absolut) yang bermanfaat dalam situasi-situasi
yang berbeda untuk menjadi kekuatan melepaskan kemelekatan.
4.
Aktifitas
moral: penghormatan pada yang layak dihormati dan pengembangan sikap-sikap yang
mendukung wawasan terang (misalnya: ketenangan, ketidak-takutan, sikap
bersahabat) sebagai aspek timbale-balik dari wawasan terang ke dalam kekosongan
segenap fenomena.
NB.
·
Skeptisme
adalah paham yang memandang sesuatu selalu tidak pasti, meragukan.
·
Hedonisme
adalah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai
tujuan utama dalam hidup.
·
Konvensional
adalah kebenaran yang bersifat umum, bisa berubah.
·
Absolut
adalah kebenaran yang bersifat mutlak, kekal.
Dosen: Suwono, S.Ag.
Disampaikan tanggal: 20 Januari 2005
Sekolah
Tinggi Agama Buddha
(STAB) Kertarajasa Batu
Semester IV
1.3. ALIRAN AVATAMSAKA (LINGKARAN BUNGA)
“Avatamsaka”
berpijak pada Avatamsaka Sutra dan berupa judul kumpulan Sutra Mahayana yang
besar pengaruhnya dan menjadi landasan pemikiran Mahayana.
Aliran
ini tidak berasal dari India, secara filosofis filsafatnya terbit di
Cina/Tiongkok. Hua Yen Cing atau ‘Avatamsaka Sutra’ sangat sulit dimengerti,
sehingga secara legendaris dan terpaksa dititipkan di istana Dewa Naga dan yang
mengambil kembali adalah “Nagarjuna” setelah 500 tahun Buddha Parinirvana.
Tokoh-tokohnya:
-
Buddhabadra, Siksananda, dan Prajna yang
menterjemahkan dari bahasa sansekerta ke bahasa Tionghoa.
-
Bhiksu Sien Sou (Tu Sun) merupakan pelopor aliran Avatamsaka di
Tionghoa (577-640 M).
Penekanan
Ajaran:
Yaitu
pada “Dharmadhatu” (kebenaran terakhir)
dan “Dasabhumi”. Dharmadhatu identik dengan Rahim buddha (apa yang
membungkus/menyembunytikan Buddha). Diyakini aliran ini, karena ‘tersembunyi’
maka ada segi yang tidak murni, tapi
karena pencapaian kebuddhaan, ada Segi yang Murni; yaitu melalui tenaga murni
dan tidak murni, ada sifat perwujudan tertentu misalnya kelahiran-kematian,
kebaikan-kejahatan. Semua makhluk berada dalam keadaan Tathagarbha/Rahim
Buddha.
Alam
semesta saling berhubungan dan tergantung, tidak memiliki makhluk yang ada
secara mandiri.
“Manusia” secara
umum adalah satuan:
1.
Universalitas ; terdiri dari lima skanda.
2.
Kekhususan ; organ manusia berbeda tapi merupakan kekhasan
3.
Keserupaan ; semua organ saling berhubungan
4.
Keaneka-ragaman ; setiap organ mempunyai
keaneka-ragaman
5.
Gabungan ;
semua organ bekerja sama
6.
Perbedaan ; fungsi setiap organ berbeda
Jadi
tidak ada unsur yang tunggal dan mandiri sehingga saling bergantung. Ini contoh
saling-ketergantungan aliran ini: RELATIVITAS-UNIVERSAL.
Aliran
ini juga mengajarkan DASABHUMIKA SUTRA (10 Tahapan Bodhisatva).
Pembagian
Waktu dan Penggolongan Tingkatan Ajaran Buddha:
1.
Ajaran Hinayana: tentang Catur Agama
Sutra dan Abhidharma Kosa.
2.
Dua Ajaran Mahayana permulaan:
a.
Yogacara/Vijnanavada: (adanya) Golongan
Ichantika yang tidak merupakan benih kebuddhaan sehingga tidak dapat menjadi
Buddha.
b.
Tri Sastra: penyangkalan semua elemen
Dharma dan setiap makhluk merupakan benih kebuddhaan.
3. Ajaran
akhir Mahayana: setiap makhluk dapat mencapai samyak Sambuddha ( menjadi
Buddha)
Sutra:
Lankavatara, Mahaparinirvana, Mahayana Sradhopadopada Sastra.
Aliran : Thien
Tai.
4. Ajaran
tanpa kata, menekankan sila dan samadhi
Aliran : Zen
(Dyana).
5. Ajaran
yang diterangkan secara harmonis dan sempurna.
Bag.
1:
Ekayana dari Avatamsaka yang diajarkan setara dan sejajar dengan Triyana (tiga
pelajaran) yaitu: Hinayana, Mahayana yang bertahap dan pelaksanaan segera
Mahayana. Ajaran ini mendasari teori An-atman, Alayavijnana dan benih
kebuddhaan pada setiap makhluk.
Bag. 2 : Ekayana yang berdiri sendiri. Lebih tinggi
daripada yang lain dan ada keharmonisan total.
1.4.
ALIRAN THIEN TAI
Pendiri : Hui
Wen (pendiri)
00
Hui Se (patriartch II) dari abad
VI
Ce Khai (Patriartch III) dari abad VI
Buku
pegangan : Madhyamaka Sastra
Mahaprajanaparamitra Sastra
Ta-Ch’eng-Chih-Kuan-Fa-Men
Guru
Saicho/Dengyo Daishi adalah pendiri Thien Tai Jepang yang berpedoman pada
Sadharma Pundarika Sutra, Amitabha Sutra dan Nirvana Sutra dan Maha
Prajnaparamitra.
Aliran
Thien Tai memadukan bermacam cara untuk mempelajari sutra dan sastra, bhakti
puja, pembacaan doa, pengulangan sutra,
mantra dan dharani serta menitikberatkan sila dan samadhi sampai tercapai
Prajna.
Ajaran
Utama:
·
Sarva Sankhara Anityam (Sabbe Sankhara
Anicca)
·
Sarva Sankhara Dukham (Sabbe Sankhara
Dukkha)
·
Sarva Dharma Anatman (Sabbe Dhamma
Anatta)
·
Nirvana Sam Tam (Nibbana=Ketenangan
abadi/keadaan sejati)
Prinsip
ajaran ini terpusat pada keadaan sejati semua unsur yang ditandai dengan 10
corak kedemikianan. Juga ditekankan bahwa setiap insan dapat mencapai
kebuddhaan.
Aliran
ini juga berlandaskan doktrin Tiga Kebenaran dan Keadaan Sejati semua Dharma
dan teori Tiga Ribu Alam berdasarkan Sepuluh Alam/Tingkatan yaitu: Buddha,
Bodhisatva, Pratyeka Buddha, Sravaka, Devata, Manusia, Asura, Preta, Binatang
dan penghuni neraka.
Dikatakan
dapat menjadi 100 Alam, karena ke-10 alam ini saling mencakup, setiap alam
mempunyai 9 alam lainnya. Masing-masing alam ini memang ada dalam tiap manuisa
sebagai keadaan yang selalu berubah dari dirinya yang tanpa perlu mati terlebih
dulu untuk pergi ke alam lain.
Nichiren
melihat; “manusia kadang gembira, marah atau tenang. Bisa pula serakah, bodoh
atau jahat. Kegilaan adalah alam neraka, keserakahan adalah alam kelaparan,
kebodohan adalah alam binatanag, kejahatan adalah alam amarah, kegembiraan
adalah alam kebahagian dan ketenangan adalah alam manusia.”
100
Alam itu merupakan 10 corak kedemikianan (tathata) yang berbeda yaitu bentuk,
alami, wujud, kekuatan, prilaku, sebab, syarat, pengaruh, pahala, dan
awal-akhir. Dengan demikian dalam 100 dunia tercapailah seribu alam.
Masing-masing
Alam terdiri atas 3 bagian:
1.
Jenis makhluk/Alam para makhluk
2.
Jenis kawasan ruang/tempat hidup makhluk
3.
Lima kelompok kehidupan
Jadi
ada 3 ribu alam yang membentuk keseluruhan kanyataan yang terwujudkan.
Di
dalam satu saat-kesadaran/pikiran terkandung 3.000 dunia, sehingga Ichinen
Sanzen menyatakan bahwa satu saat pikiran adalah 3.000 dunia itu sendiri.
Pembagian
waktu Ajaran Sang Buddha versi Aliran Thian Tai dan Avatamsaka:
1. Periode
Avatamsaka: Selama 3x7 Sang Buddha mengajar Dharma yang sangat sulit, hanya
dimengerti para Bodhisatva dan Makhluk Agung.
2. Periode
Agama Sutra: Dharma yang mudah, diajarkan 12 Tahun dimulai dari Taman Rusa.
3.
Periode Vaipulya Sutra: Lankavatara Sutra, Vimalakirti Nirdesa Sutra,
Suvarnaprabhasa Sutra dan Sutra-sutra lainnya diajarkan selama 8 Tahun
4.
Periode Prajna Paramita Sutra: Maha Prajna Paramita Sutra diterangkan selama 22
tahun.
5.
Periode Saddharma Pundarika Sutra dan Nirvana Sutra: diajarkan selama 8 Tahun.
Sehari sebelum Mahaparinirvana Beliau menerangkan Mahaparinirvana Sutra.
Ekayana
artinya Kendaraan tunggal
Triyana
artinya Tiga kendaraan, yaitu:
1. Sravakayana:
mereka yang mendengar Dharma kemudian berusaha.
2. Pratyakana:
mereka yang berusaha mencapai penerangan sempurna dengan usaha sendiri.
3. Bodhisatva:
calon Buddha.
1.5.
ALIRAN CHAN (ZEN/DHYANA)
Ch’an
adalah ajaran Sang Buddha yang dibabarkan dengan bahasa yang lebih awam dan
penerapannya dalam kehidupannya sehari-hari.
Ch’an
terpengaruh TAOISME dan KONFUSIANISME tanpa mengubah/menyimpang dari ajaran
Buddha –Ch’an terbentuk di Tiongkok, bermula dari kedatangan Bodhi-dharma
sebagai Patriarch I. Setelah Hui Neng, Sistim. Setelah Hui Neng, Sistim
patriarch ditiadakan.
PENGERTIAN “ZEN”
Berasal
dari “Ch’an Na” ð Dhyana ðMeditasi.
Arti
harfiah: duduk bermeditasi.
Dhyana
+ Kehidupan bersusila (moral) ð
prajna.
Dhyana
penting di dalam penghayatan Dharma.
Ch’an/Zen
menekankan pada Samatha dan Vipasyana
Arti
Ch’an/Zen= bermeditasi di luar kata-kata teoritis, yaitu setiap saat, seseorang
harus menyadari apa yang dilakukannya, tanpa upacara.
Caranya:
Segala
sesuatu berjalan secara wajar dengan menyadari apa yang ada pada diri sendiri
dan maju perlahan-lahan kemudian berusaha tenang. Lakukan terus-menerus
sehingga usaha untuk menerangi hati dan mengenal pribadi sendiri lebih
terwujud.
INTI
FILSAFT ZEN:
1.
Dia yang melihat Dharma, melihat Buddha.
2.
Terangi hati dan lihatlah karakter diri
sendiri.
Peran
menonjol Anatman/Anatta-harus dipahami walau dalam waktu dengan usaha tekun.
Orang harus rendah hati, ramah, tidak melekat, bisa bergaul, tangguh dan
sederet sifat positif yang lain. Yang penting: “Jangan sok merasa telah mencapai kesucian”.
PENGERTIAN
TENTANG SUNYATA
Sutra
Altar: “Hendaknya hati/pikiran tidak terikat pada apapun”
Ajaran
Anitya, Dukkha dan Anatman: “Jangan
melekat pada hal-hal negatif yang menimbulkan ketagihan, jangan terikat
pada kata-kata, upacara, kesucian yang semu dan sifat-sifat ketergantungan yang
lain.
Sutra INTAN:
“Hati/pikiran yang dahulu tidak dapat dipegang/didapat, hati/pikiran yang
sekarang tidak dapat dipegang/didapat demikian juga dengan yang akan datang”
Ajaran
Anitya, dukkha dan Anatman: Segala sesuatu di alam fenomena berubah seperti
halnya perasaan dan pikiran yang terus berubah. Keduanya tak dapat diikat pada
sesuatu yang belum pasti dan terealisasi.
Jangan
kita berbuat baik hanya dipenampilan tapi hati dan perasaan
terbelenggu-artinya: berbuat baik seyogyanya jangan disertai pamrih. Perbuatan
baik yang tidak berbuah sekarang tidak usah membuat kita kecewa. ð Jangan terikat pada apapun!
SESUATU
YANG DIAJARKAN DI LUAR KATA-KATA DISAMPAIKAN DARI HATI-KE HATI:
Ch’an
kurang memperhatikan upacara dan formalitas yang lain apalagi yang lain apalagi
teori. Yang terpenting adalah lakukan sekarang dan hayati. Ajaran Sang Buddha
hendaknya dipahami dan direnungkan. Kematangan batin didapat dengan usaha dan
latihan yang tekun. Yang telah mengerti, ajaran Dharma disampaikan dari hati ke
hati tanpa kata (!) ð dapat pula
pengertian datang dari hati ke hati. Walau demikian, ada buku-buku pegangan
Ch’an antara lain:
1. Sutra
Altar/The Sutra of Hui Neng yang berisi dialog/ucapan-ucapan Hui Neng.
2. Sutra
Intan ð yang sangat
sulit dimengerti ð tentang
Sunyata.
3. Lankavatara
Sutra ð sangat sulit ð tentang ke Buddhaan, Sunyata dan lain-lain.
SATORI
DAN KOAN
Intisari
Ch’an adalah pengertian yang baru tentang kehidupan dan terhadap semua masalah
duniawi. Cara berfikir dari kebiasaan hidup harus dibuang dan berusaha mencari
cara lebih untuk mendapat kepuasan batin. Bila tidak puas, carilah jalan
keluar. Ch’an/Zen merupakan sarana menemukan pandangan semacam ini. Pengenalan
macam ini bersifat drastis, bukan sesuatu yang mudah. Tercapainya penegrtian
ini disebut “U/Satori (Sadar) ð
Intisari Ch’an.
Melalui
“U/Satori”, dapat diteropong faktor logika dan psikologis. Secara logika:
terbebasnya pikiran dari pandangan dualisme yang terbiasa melekat pada kita.
Setelah ‘U/Satori (sadar) seseorang melihat dunia dengan pandangan lain.
Pencapaian
‘U/Satori’ membuat dunia jadi lain. Wlalu masih penuh penderitaan, baginya
segala kontradiksi telah bersatu. Jiwanya berubah drastis, akan mempengaruhi
dan membersihkan budi pekerti dan semangatnya.
“Koan” (Jepang)
atau “Kung An (Cina) adalah ekspresi yang dipakai kaum Zen
(bhikkhu maupun upasaka) untuk menerangkan sesuatu yang telah dihayati
berdasarkan pengalaman hidupnya.
“Koan”
adalah kata-kata yang harus dimengerti berdasarkan penghayatan. Bagi Ch’an/Zen,
meditasi tidak semata-mata duduk, Dharma berada disetiap tempat dan keadaan
sehingga kita harus menghayatinya.
1.6.
ALIRAN SUKHAVATI
1.7.
ALIRAN NICHIREN
1.8.
ALIRAN VINAYA
Sesuai
dengan namanya Mazhab ini menitikberatkan kepada Vinaya.
Tokohnya:
Bhiksu Tao Hsu An (Tiongkok) pada Dinasti Tang (abad VI M)
Sekte
ini mengajarkan tentang CATUH-VINAYA
(She Fen Lii) yaitu Empat Sumber Vinaya
yang terdiri dari:
1.
Sarvastivada Vinaya (Se Th’ung Lii)
2.
Dharmagupta Vinaya (She Fen Lii)
3.
Mahasangika Vinaya (Ta Seng Che Lii)
4.
Mahisasaka Vinaya (U Pu Lii)
Susunan dari
Vinaya terdiri dari 250 pasal:
1.
Parajika 4 pasal
2.
Sanghavasesa 13 pasal
3.
Aniyata 2 pasal
4.
Naihsargika-prayascittika 30 pasal
5.
Prayaschitta 90 pasal
6.
Pratidesaniya 4 pasal
7.
Siksakaraniya 100 pasal
8.
Adhykarana-samadha
7 pasal
Berdasarkan
Brahmajala Sutra Mahayana (Fan Wang Ching) dikenal juga Bodhisatva Sila (Phu Sa
Chi/Po Sat Kai):
1.
Garukapatti
10 pasal
2.
Lahukapatti
48 pasal
Salah
satu ciri Bodhisatva Sila adalah harus vegetarian (cia cai). Bagi umat awam
dianjurkan untuk menerapkan Panca sila Buddhis.
1.9.
ALIRAN TANTRA
Secara
etimologis: Tantra berarti “menenun” atau
“tenun. Yang merupakan istilah teknis yang dipergunakan untuk mengacu pada
praktik-praktik esoterik yang bertujuan membangkitkan sifat ketuhanan dalam
diri seseorang guna mencapai kesempurnaan, disamping itu juga untuk mengacu
pada kitab-kitab yang menguraikan ajaran-ajaran demikian.
Tantra
tak dapat dipisahkan dari perkembangan agama Buddha Mahayana. Tantra muncul
sebagai sitem metafisika Buddhis bersamaan dengan perkembangan berbagi sistem
kefilsafatan agama Buddha Mahayana, terutama dengan Aliran Madyamika dan
Yogacara. Landasan Metafisika
0 komentar:
Posting Komentar