Kamis, 08 November 2012


                                    AMBATTHA SUTTA

Icchanamgala adalah nama lembah, sekaligus digunakan sebagai nama desanya di kota Ukkattha kerajan Kosala. Pada waktu itu Sang Buddha sedang berada di lembah tersebut, bersama lima ratus Bhikkhu.
Sementara itu brahmana Pokkharasati berdiam di sebuah Kota yang dipersembahkan oleh raja Kosala kepadanya, yang disebut Ukkattha. Mendengar kedatangan Sang Buddha ke daerah itu dan berita tersohor bahwa beliau adalah seorang yg maha suci, telah mencapai penrangan sempurna dan lain sebagainya; Brahmana Pokkharasati menyuruh muridnya, Ambattha untuk menemui Sang Buddha dan menyelidiki apakah beliau memiliki 32 tanda, agar memastikan beliau benar-benar seorang Buddha.

Ambattha berangkat bersama pemuda brahmana lainnya. Setelah bertemu Sang Buddha Ambattha saling hormat-menghormat tetapi sikap Ambattha kepada Sang Buddha tetap merupakan sikap tidak sopan. Sang Buddha menanyakan : “Apakah sikapmu terhadap orang-orang lebih tua, brahmana lainnya sama seperti ini. (karena Ambattha berbicara dengan Sang Buddha dengan sikap berdiri sambil jalan kesana kemari. Sedangkan Sang Buddha bersikapduduk?”) Ambattha menjawab “Tentu tidak; sikapku ini kulakukan kepada orang-orang tertentu seperti halnya yg. layak dilakukan dihadapan budak, orang hitam, yang telah diciptakan dari kaki Brahma (Ibbhavada = julukan sebagai budak orang rendah)”.
Sang Buddha mengatakan
“Ambattha merenungkanlah tujuanmu kemari.”
 Lalu berkata kepada hadirin (teman-teman Ambatta) “Saudara Ambattha merasa dirinya berpendidikan tapi dia sama selkali tidak terdidik oleh gurunya maka dari itu dia berkata kasar dan fitnah org. lain.”
 Ambattha menjadi marah lalu memaki-maki Sang Buddha “Orang-orang keturunan Sakya jahat, bicaranya kasar dan lain sebagainya. lalu mengulang kata-kata “ibbha” untuk kedua kalinya. Sakya orang yang rendah namun tidak mau meghormati menghargai brahmana yang lebih tinggi.
”Kemudian Sang Buddha bertanya“ Apa ada seorang Sakya yang menyakitimu?”.
 “Iya Gotama ketika itu saya berada di kota Kapilavatthu utk. suatu urusan. Aku mampir di Santhagara di kota itu. Para pemuda Sakya yang sedang berkumpul di Balai kota tidak menghargai saya, tidak menawarkan saya duduk. Mereka saling bercanda, berbisik-bisik dan tertawa-tawa sambil mencolek temannya. Tentu mereka menyindir saya, dasar budak.”
Lalu Sang Buddha berkata “Burung sekecil apapun bernyanyi gembira disarangnya sendiri demikan pula pemuda Sakya bercanda tertawa di kandangnya sendiri karena Kapilavatthu itu wilayah milik mereka sendiri. Hal kecil seperti itu tidak perlu dimasukkan ke hati, tidak perlu menjadikan alasan untuk menjadi dendam.”

Lalu Ambattha menyebutkan empat kasta(Khattiya, Brähmana, Vessa, dan Sudda.) dan mengatakan Brahmana adalah kasta tertinggi. Lalu Ambattha megulangi “Ibbhavada” untuk ketiga kalinya. Setelah mendengar kata-katanya,
Sang Buddha ingin membongkar rahasia keturunan Ambata.
Sebelumnya Sang Buddha menanyakan silsilah keturunannya. Dia mengakui Kanha-Krisna adalah nenek moyang pertama.
Sang Buddha mulai bercerita “Ambattha, nenek moyang pertama Sakya adalah Raja Okkaka. Raja Okkaka menyuruh anak tertua keluar kota karena mau mengangkat adik mereka yang masih kecil menjadi pewaris tahta kerajaan. (awal mula suku Sakya, berdiam di hutan lalu menikah. Ayahnya dengar ucapkan sakya). Ada budak Raja Okkaka bernama Disa. Dia melahirkan anak (ayahnya tak jelas) orangnya jelek, bahkan menyeramkan (hitam….., bayangan masyarakat waktu itu tentang setan/Yakkha). Karena kau keturunan dari Kanha, berarti kau keturunan budak. Mungkin cerita keturunanmu itu yang menjadi bahan tertawaan suku Sakya waktu kau berada di Kapilavatthu.”

Setelah Sang Buddha mengembalikan kata-kata Ambattha yaitu, Sakya budak, rendah, tak menghormati Brahmana; yang merupakan majikan dls. Pemuda brahmana lainnya berkata “Ambattha brahmana baik sopan pintar dan berbicara ramah (sujato, kulaputto, bahussato, kalyanavakkharano sujato ca Ambattha manavo.”) Maka dari itu Ambattha tentu mampu menjawab Samana Gotama.
Sang Buddha mengembalikan kata-kata itu sendiri yaitu,“Dujjato, akulaputto, appssuto, akalyanavakkharano. Bila dia mampu menjawab; berhentilah anda sekalian. biarkanlah dia menjawab.” Sang Buddha menghimbau ambattha agar mengakui kebenaran tsb. untuk kedua kali dan ketiga kali. Vajrapani (seorg. yakkha) muncul dengan sebatang besi yang menyala lalu mengancam kalau dia tidak menjawab secara jujur pertanyaan Sang Buddha yang disapaikan sampai 3x, kepalanya Ambattha akan hancur berkeping-keping menjadi 7 potongan .
 Dia ketakutan, ingin melarikan diri tetapi tidak bisa, bahkan lupa apa yang baru saja dia dengar dari Sang Buddha. Lalu mohon agar Buddha mengulang. Sang Buddha “apakah yang anda pernah dengar dari kakek-kakekmu bahwa orang-orang keturunan suku kanha adalah bermula dari budak Sakya? Akhirnya dia menjawab, (pubbapurisa) Suku Kanhayana dan asal mulanya benar seperti kata Gotama.
Hal itu dia pernah dengar dari kakek-kakeknya.
”Teman-temannya menyesal yang bela Ambattha, lalu mereka berteriak “Ambattha anak budak. Gara-gara dia kami ikut memfitnah Samana Gotama.”
Lalu Sang Buddha, untuk meringankan penghinaan Ambattha menceritakan kisah Krisna selanjutnya (belakangan Krisna menjadi orang hebat) dia bertapa, belajar mantra-mantra, kembali ke istana dan meminta putri Raja untuk dijadikan istri. Raja marah dan memasang panah kepadanya. Raja tidak dapat bergerak, diam bagaikan patung. Lalu para menteri mohon pengampunan demi Raja. Kalau panah dibiarkan lepas bisa mengakibatkan bencana yaitu Kerajaan hancur selama 7 tahun, tidak akan turun hujan. Para menteri memohon agar semuanya selamat. Kalau ingin selamat semua, panahnya harus dilepaskan ke anak sulung Raja. Mereka ketakutan, tetapi Krisna Risi menjamin panahnya dilepas kearah anak sulung Raja tanpa melukainya. Panah akan jatuh di depan pangeran.
Disini pula ada penjelasan panjang lebar tentang bagaimana ksatrianya lebih tinggi daripada Brahmana. Vijja dan Carana adalah ukuran yang lebih tepat untuk memutuskan orangyang paling tinggi. Orang yang memiliki kedua hal tersebut akan lebih tinggi; bukan diantara manusia melainkan Deva. Lalu Ambattha memohon penjelasan tentang Vijja + Carana.
Disini Sang Buddha uraikan bahwa (idha tathagato loke uppajjati sammsambuddho…dan sebagainya2 seperti diuraikan di Samannapahala dan beberapa sutta lainnya di Dighanikaya. Mulai dgn munculnya buddha di dunia ini, sampai dengan seorang Bhkkhu melenyapkan nivarana lalu lanjutkan sampai menjadi arahat. Prosesnya sama seperti di samannaphala sutta. Urutan uraiannya sbb;

Sila samvara = latihan sila
Indriya samvara = pengendalian indra
Sati sampajanna = perhatian dan
Santutthi = kepuasan
Samadhi = samadhi
Jhana = jhana

Dilanjutkan pencapaian pengetahuan batin sebagai berikut;

Vipassana nana\Nanadassana
Manomaya iddhi
Iddhividha nana
Dibbasota nana
Cetopariya
Pubbe nivasanussati
Dibbacakkhu
Asavakkhaya

Apa itu vijja dan carana? 8 nama di atas dinamakan pula sebagai
vijja.(Vipassana Nana, manomaya iddhi dls) di sutta lain dijelaskan hanya 3 macam pengetahuan sebagai tivijja yaitu 1.pubbe nivasanussati 2. dibbacakkhu 3. asavakkhaya nana. Sedangkan menurut paham brahmana tivijja adalah tiga veda.
Apakah carana itu?sila, indriya samvara, mattasita, jagariyanuyoga, saddha, hiri, ottappa, bahussuta,viriya,sati,panna,cattarijhanani

Apabila orang tidak berusaha dengan benar mereka tidak akan memperoleh Vijja + Carana. Misalnya seorang pertapa tidak akan berhasil mendapatkannya dengan berediam di hutan lalu hanya memakan makanan yang jatuh di hadapanya (dalam hal ini makan buah-buahan saja yang telah jatuh ke tanah.) Seorang pertapa yang mencari bahan makanan dari bawah tanah (ketela, kacangtanah dll) Seorang pertapa yang mendirikan gedung untuk deva apai lalu menyembah Deva api dan Pertapa yang mau hanya berdana kepada Samana / Pertapa.
Sang Buddha bertanya apakah engkau / gurumu telah memiliki Vijja-Carana tersebut. Dia mengakui mereka sama sekali tidak memiliki dan masih jauh dari tingkatan-tingkatan tsb.
Sang Buddha menjelaskan dengan bermacam-macam perumpamaan bahwa mereka mengakui memiliki Vijja tetapi sama sekali tidak memiliki Vijja sebenarnya. Lalu Ambattha pamit. Sebelumnya dia sempat menyaksikan 32 tanda Sang Buddha.
(disini, harus disebutkan 32 tanda)
Setelah kembali ke gurunya, dia menceritakan semua yang terjadi sewaktu bertemu Sang Buddha. Brahamana Pokkharasati lalu marah dan menendangnya krn dia tidak utamakan tugas yang diberikannya.
Malahan menghiana Samana Gotama. Keesokan harinya dia pergi menemui Sang Buddha setelah beramah-tamah, berbicara tentang pertemuan dengan Ambattha, dan mohon maaf atas perkataan dan kelakuannya. Lalu Sang Buddha mengetahui Brahmana ragu-ragu tentang 32 tanda lalu memperlihatkannya. Kemudian dia memohon kepada Sang Buddha untuk menerima dana makanan darinya. Sang Buddha menerima permohonannya. Setelah tiba di rumahnya, dan menerima dana makanan. Setelah makan, Sang Buddha khotbah Dhamma Danakatha, Saggakatha, dll. Terakhir 4 ariya sacca. Lalu Pokkharasati mencapai tingkat kesuian pertama yaitu sotapatti phala dan menjadi upasaka. keluarganya serta semua pengikutnya menjadi Upasaka / Upasika.






32 Tanda Manusia Agung(Maha Purisa Lakkhana )
1.     Telapak kaki rata (suppatitthita-pado). Ini merupakan satu lakkhana dari Maha Purissa.
2.     Pada telapak kakinya terdapat cakra dengan seribu ruji, lingkaran dan pusat dalam bentuk sempurna.
3.     Tumit yang bagus (ayatapanhi).
4.     Jari-jari panjang (digha-anguli)
5.     Tangan dan kaki yang lembut serta halus (mudutaluna).
6.     Tangan dan kaki bagaikan jala (jala-hattha-pado).
7.     Pergelangan kaki yang agak tinggi (ussankha-pado).
8.     Kaki yang bagaikan kaki kijang (enijanghi)
9.     Kedua tangan dapat menyentuh atau menggosok kedua lutut tanpa membungkukkan badan.
10.                        Kemaluan terbungkus selaput (kosohitavattha-guyho).
11.                        Kulitnya bagaikan perunggu berwarna emas (suvannavanno)
12.                        Kulitnya sangat lembut dan halus / sehingga tidak ada debu yang dapat melekat pada kulit
13.                        Pada setiap pori kulit ditumbuhi sehelai bulu roma.
14.                        Rambut yang tumbuh pada pori-pori berwarna biru-hitam.
15.                        Potongan tubuh yang agung (brahmuiu-gatta).
16.                        Tujuh tonjolan (sattussado), yaitu pada kedua tangan, kedua kaki, kedua bahu dan badan.
17.                        Dada bagaikan dada singa (sihapubbaddha kayo).
18.                        Pada kedua bahunya tak ada lekukan (citantaramso).
19.                        Tinggi badan sama dengan panjang rentangan kedua tangan, bagaikan pohon (beringin), Nigroda.
20.                        Dada yang sama lebarnya (samavattakkhandho).
21.                        Indera perasa sangat peka (rasaggasaggi).
22.                        Rahang bagaikan rahang singa (siha-banu).
23.                        Empat puluh buah gigi (cattarisa-danto).
24.                        Gigi-geligi rata (sama-danto).
25.                        Antara gigi-gigi tak ada celah (avivara-danto).
26.                        Gigi putih bersih (susukka-datho).
27.                        Lidah panjang (pahuta-jivha).
28.                        Suara bagaikan suara-brahma, seperti suara burung Karavika.
29.                        Mata biru (abhinila netto).
30.                        Bulu mata lentik, bagaikan bulu mata sapi (gopakhumo).
31.                        Di antara alis-alis mata tumbuh sehelai rambut halus, putih bagaikan kapas yang lembut.
32.                        Kepala bagaikan berserban (unhisasiso).

0 komentar:

Posting Komentar